DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlanjur memiliki perjanjian atas nama (Nominee Agreement) dalam kepemilikan properti atau tanah dengan pihak warga asing (WNA) di Indonesia khususnya di Bali, nampaknya patut untuk lebih waspada.

Dalam perjanjian nominee Ini, WNI yang dipakai sebagai Atas Nama dalam kepemilikan aset/tanah tidak hanya berpotensi dirugikan secara materil namun juga dapat terjerat pidana.

Kurangnya pengetahuan serta iming-iming mendapatkan keuntungan seringkali membuat orang kita tergiur untuk berkomplot dengan WNA ‘mengakali’ hukum agar dapat menguasai tanah di Indonesia khususnya di Bali.

Namun ketika timbul permasalahan di kemudian hari, sangat mungkin WNI yang bersangkutan justru dapat dijadikan korban. Bukannya untung, tapi malah menjadi buntung.

Karena WNA yang berniat menguasai tanah, diduga, ada yang dari awal memang sudah terlibat konspirasi dengan oknum notaris guna melindungi pihak tertentu dalam proses praktik penyelundupan hukum dengan skema perjanjian nominee ini.

Baca juga :  Marak di Bali, Mahkamah Agung Tegaskan Nominee adalah Penyelundupan Hukum

I Eka Agustina selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Bali tidak menampik, bahwa beberapa kasus nominee ada yang sampai masuk ranah pidana.

Ia mengatakan dalam kurun waktu 2019, ada 3 notaris dilaporkan masuk ranah pidana, namun dikatakan, semuanya bebas. Justru menurut Eka, pengadilan menyatakan pihak WNI atau Atas Nama yang bersalah lantaran adanya itikad tidak baik, terangnya pada Rabu (12/3).

“Mereka (notaris-red) tidak ada keikutsertaan di balik itu. Karena putusan pengadilan prinsipnya kemarin itu menyatakan ada itikad tidak baik dari salah satu pihak yang berhadapan ke notaris,” katanya melalui sambungan telepon.

“Contohnya kemarin, ada salah satu pihak menyatakan dirinya itu sudah berusia 21 tahun padahal kenyataannya belum. Jadi orang yang dipinjam nama ini yang itikadnya tidak baik saat menghadap notaris,” ungkapnya.

Baca juga :  Tanah Bali di Balik 'Tabir' Nominee: Modus 'Notaris Nakal' Bantu WNA Akali Hukum

“Seharusnya pihak dipinjam namanya ini sudah tahu, bahwa orang asing tidak boleh meminjam nama. Jadi yang dipinjam namanya itu yang bermasalah sebenarnya,” tegasnya.

Di sisi lain,  I Wayan Sudarsa, S.H, M.M, sebagai pengacara yang pernah memenangkan kasus nominee menerangkan bahwa ada tiga produk hukum yang diselundupkan pihak oknum notaris dalam perjanjian nominee.

Dalam kasus yang ditanganinya itu, ia mengatakan kliennya memang tidak mempidanakan si oknum notaris, namun menurutnya, mungkin saja dalam pidana itu sudah masuk unsur, karena ada unsur penipuan, kemudian oknum notaris itu ikut serta menyelundupkannya.

“Yang kemarin saya tempuh hanya gugatan perdata. Karena notaris itu meng-issue atau menerbitkan akta sehingga si WNA secara tidak langsung dapat menguasai aset dan merugikan klien saya,” paparnya.

Baca juga :  Nominee Makin Marak, Negara Makin Rugi: Notaris Terlibat Terancam Bui

Modusnya, terangnya lebih lanjut, dengan membuatkan perjanjian sewa-menyewa oleh oknum notaris tersebut, yang dibuatkan dalam bentuk akta. “Jadi di sini dalam tanda kutip oknum notarisnya adalah nakal,” ujarnya.

Meski ia belum pernah mendengar ada notaris yang diseret ke ranah pidana, namun dalam pernyataannya itu ia menegaskan bahwa segala bentuk produk perjanjian nominee yang dibuat oleh notaris dapat dibatalkan.

“Pernyataan saya ini adalah, bahwa perjanjian dibuat dalam akta-akta nominee itu, semua dapat dibatalkan demi hukum,” tegasnya mendaskan.

Adapun kasus nominee yang ditangani Wayan Sudarsa pada tahun 2016 di Kemenuh, Gianyar dengan objek tanah seluas 24 are itu, pada  akhirnya pengadilan memutuskan mengabulkan semua tuntutan kliennya. Semua akta-akta perjanjian yang ada, yang dibuat oleh notaris dibatalkan, sehingga tanah tersebut kembali sepenuhnya menjadi milik kliennya. (Tim)