KPK Tetapkan Dirut PT Totalindo Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah
DIKSIMERDEKA.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Tatalindo Eka Persada Donald Sihombing sebagai Tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya di Rorotan Cilincing, Jakarta Utara.
Adapun pengadaan tanah tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 223,8 miliar. Kerugian negara tersebut akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.
Donald Sihombing ditetapkan sebagai Tersangka bersama dua petinggi PT Totalindo Eka Persada lainnya yakni, Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan, Eko Wardoyo.
Selain itu, KPK juga menetapkan Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dan Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S Arharrys.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur mengatakan setelah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka, kelimanya langsung dijebloskan ke penjara. KPK menahan Donald Sihombing Cs di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama.
“Dengan demikian, kelima tersangka bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 7 Oktober 2024,” terangnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Lebih lanjut, Guntur mengatakan KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih.
Dijelaskan Asep, PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya. PT Totalindo Eka Persada membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.
Adapun, lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp 371,5 miliar pada 2019 lalu. Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah.
Berdasarkan hasil pengecekan di lapangan, kata Asep, lahan seluas sekira 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar.
Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 223,8 miliar. Kerugian negara tersebut akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.
“Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar,” papar Asep.
Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah.
Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada. Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.
Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada.
Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.
“Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut,” ungkapnya.
Editor: Agus Pebriana
Tinggalkan Balasan