Hujan Tiba Banjir Melanda, Nasib Warga Pemogan Kian Merana
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Nasib masyarakat Desa Pemogan, khususnya yang ada di Banjar Kajeng dan Banjar Gelogor Carik, Denpasar Selatan tiap tahun kian merana. Tak hanya menjadi tempat pembuangan limbah dan kotoran, wilayah perbatasan Kota Denpasar dan Badung ini juga menjadi langganan banjir tiap musimnya.
Seperti yang baru saja terjadi pada Minggu (31/5). Hujan yang turun hampir sepanjang malam meneror kenyamanan warga di sana. Hujan lebat dan debit air dari hulu membuat waduk di muara Sungai Badung itu meluap dan merendam rumah-rumah warga di dua banjar setinggi kurang lebih 1 meter.
AA. Gede Agung Aryawan, Tokoh Pemerhati lingkungan yang juga salah satu warga Desa Pemogan, mengatakan kondisi seperti ini sudah terjadi sejak tahun 1993. Saat itu, katanya, banjir parah terjadi akibat pintu air tidak dapat dibuka.
Kondisi tersebut, tuturnya, bahkan sempat memancing amarah warga. “Ribuan rumah warga kala itu tenggelam, pintu saringan air akhirnya dibongkar paksa warga kala itu,” ujar Gung De, panggilan akrabnya ditemui di Pemogan, Senin (1/6).
Pada tahun 2017, sebut Gung De, sempat dilakukan penataan dan rehabilitasi Muara Waduk Nusa Dua, serta dibangun pintu air dan beton dudukan saringan sampah agar tidak mengalir ke laut. Namun sayang, desain pembangunannya menurutnya kurang cermat.
“Terlalu tinggi dari muka air banjir, sehingga terjadi beda elevasi muka air di hilir dan hulu kira-kira 70 cm, yang mengakibatkan air meluap ke pemukiman sekitar Waduk Muara Nusa Dua,” ungkapnya.
Gung De meminta agar kondisi ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, khususnya, Balai Wilayah Sungai Bali Penida (BWS-BP) yang berwenang atas sungai yang membentang dari Kab. Badung itu.
Ia mengingatkan kembali, banjir yang terjadi 1993 itu telah memantik kemarahan warga yang terdampak akibat banjir. Warga yang marah akhirnya merusak fasilitas yang ada di lokasi pada saat itu.
“Kejadian lama itu mestinya dijadikan pembelajaran saat ini, sehingga proyek Muara Waduk ini benar-benar bisa berfungsi maksimal tanpa merugikan masyarakat sekitar,” ujarnya mengingatkan.
“Pemerintah diharapkan memberikan respon cepat sehingga tidak memicu kemarahan dan polemik warga,” tegasnya.
Terlebih, ungkap Gung De, pengelolaan Muara Waduk Nusa Dua hanya dinikmati Pemkab Badung melalui perusahaan air minum-nya (PDAM). Airnya menjadi konsumsi masyarakat dan hotel-hotel berbintang yang ada di wilayah Badung Selatan.
“Masyarakat Pemogan khususnya tidak mendapatkan manfaat positif apa-apa. Hanya mendapatkan dampak negatif, yakni langganan banjir,” keluh Gung De usai mendatangi PDAM Badung dan Muara Waduk Nusa Dua.
Kondisi ini, sebut Gung De, seharusnya menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Kabupaten Badung mestinya ikut kontribusi pada masyarakat di lingkungan terdampak.
“Dengan kepemimpinan Bupati-nya yang dikenal “super bares ke seluruh pelosok Bali, PDAM Badung yang memanfaatkan airnya mestinya punya tanggung jawab perhatikan kondisi masyarakat terdampak,” sebutnya.
“Pemanfaatan air itu sudah menghasilkan banyak PAD, tapi tidak pernah berkontribusi pada warga Pemogan yang terdampak. Entah untuk apa CSR-CSR yang nilainya miliaran rupiah itu? Wilayah kami langganan banjir, masyarakat dirugikan, tapi air bersih yang diolah bukan untuk masyarakat di sini,” ujar Gung De.
Pemerintah Kota Denpasar, sambung Gung De, juga tidak serius memperhatikan Desa Pemogan, padahal kontribusi banyak untuk fasilitas umum penunjang pariwisata Denpasar, termasuk Bali.
“Coba lihat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) terbesar di Bali, ada juga di pemogan. Namun fasilitas umum kurang diperhatikan seperti sekolah negeri tingkat SMP dan SMA, nol !,” tandasnya.
Terkait kondisi banjir ini, senada dengan apa yang disampaikan oleh Gung De, Kadus Banjar Kajeng I Wayan Sugitha menjelaskan keberadaan saringan air yang ada di tengah waduk, menyebabkan banjir yang terjadi semakin parah.
“Saringan itu berfungsi menyaring sampah yang terbawa air, karena debit air besar dan banyak sampah jadi air tidak bisa melewati saringan air. Sebelumnya juga sering banjir di sebelah timur pura Tanah Kilap karena meluapnya air di sungai Tukad Badung/Tukad Taman Pancing, tapi sekarang makin parah,” katanya. (*/ian))
Tinggalkan Balasan