DIKSIMERDEKA.COM, KLUNGKUNG, BALI – Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek pembangunan “Huni Huna Resort” yang ‘merangsek’ kawasan suci Pura Sad Kahyangan Penida mendapat sorotan keras dari warga pengempon (penanggung jawab) pura tersebut. Penerbitan IMB ini dianggap sebagai sebuah ‘kekonyolan’ karena tidak menghormati eksistensi keputusan Bhisama Kesucian Pura, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Pasalnya kawasan lokasi proyek tersebut dibangun merupakan kawasan suci yang harus steril (kosong) dari bangunan yang bukan untuk keperluan spiritual pura, sesuai sebagaimana diatur dalam Bhisama Kesucian Pura, yang tertuang di dalam Perda Prov. Bali No. 16 Tahun 2009.

PHDI Bali, dalam suratnya kepada Gubernur Bali, tanggal 20 Desember 2019 juga telah menyampaikan bahwa pihaknya telah turun dan memeriksa ke lapangan, dan menyatakan benar ada proyek pembangunan yang dekat dengan tembok Pura Sad Kahyangan tersebut.

Baca juga :  Biadab! Ironi Sad Kahyangan Penida: Proyek Ditolak, Fasilitas Pura Dirusak

Dalam surat tersebut, PHDI juga tegas meminta agar Gubernur Bali menegakan Bhisama Kesucian Pura sebagaimana yang tertuang dalam Perda Prov. Bali No. 16 tahun 2000. Dalam surat tersebut, PHDI mengatakan hal ini penting dilakukan agar pura tersebut terjaga kesuciannya dan masyarakat dapat melaksanakan sradha-nya (keyakinan) dengan tenanh  dan damai, sesuai Visi Nangun Sad Kerthi Loka Bali.

Surat PHDI kepada Gubernur Bali tentang proyek yang melanggar Bhisama Kesucian Pura Sad Kahyangan Penida.

“Kok bisa, IMB pembangunan akomodasi pariwisata ini terbit di dalam kawasan suci pura tertua di nusa penida yang kawasan kesucian Pura Sad Kahyangan sudah diatur dalam peraturan daerah perihal kesucian pura yang harus dijaga tidak boleh di bangun selain bangunan yang terkait spiritual,” ujar Wayan Tiasa, selaku salah satu pengempon, sekaligus panitia pura, Selasa (7/1).

Baca juga :  Mangku Ketut Cinta Sesalkan Rencana Pemda Sertifikatkan Tanah Negara Menjadi atas Nama Pemda

“Melihat IMB yang dipasang oleh investor, Pemerintah Kab Klungkung masih mempergunakan perda thn 1974. Padahal Perda tentang tata ruang Provinsi Bali sudah diundangkan thn 2009, dimana amanat dari perda tersebut, Pemerintah Kab/ Kota dalam waktu 2 tahun wajib sudah menyesuaikan dimana diatur tentang sempadan pantai dan kesucian pure. Dan perda Kab dan kota tidak boleh bertentangan dengan perda Prov. bali,” paparnya.

Padahal saat ini juga tengan berjalan proses laporan polisi dari pihak pengembang, terkait penyetopan yang dilakukan warga atas aktivitas pekerjaan proyek itu sebelumnya.

Baca juga :  Investor 'Kangkangi' Perarem Pura Sad Kahyangan Penida: Ngotot Membangun, Warga 'Tedun'

Tindakan penyetopan itu sendiri menurut Wayan Tiasa dilakukan berdasarkan berita acara paruman semua warga pengempon yang membuat pararem sesuai dengan petunjuk prasasti pura dan berdasarkan peraturan Perda Prov. Bali yang mengatur tentang kesucian pura sad kahyangan.

“Seperti mana yang kita ketahui bersama kalau Pura Segara Penida merupakan pure pertama kali yang ada di nusa penida dan sudah ditetapkan sebagai pura sad kahyangan,” tegasnya.

“Belum selesai proses hukum dari pelaporan yang dilakukan oleh pengembang, tapi saat ini pengembang sudah hendak melanjutkan pembangunan project-nya tersebut dengan pengawalan tentara dan polisi. Apakah hal itu yang disebut hidup dan melakukan sesuatu berpedoman pada hukum?,” tandasnya geram. (Tim)