DIKSIMERDEKA.COM, KLUNGKUNG, BALI – Ironi menimpa Pura Sad Kahyangan Nusa Penida. Setelah aksi ribuan masyarakat Nusa Penida yang ‘tedun’ menolak proyek pembangunan fasilitas akomodasi wisata di sekitar Pura Sad Kahyangan Penida, pada Sabtu 14 Desember 2019 lalu, panitia dan pengempon (umat) pura tertua di Nusa Penida itu, pada Senin 23 Desember 2019, mendapati terjadi pengrusakan pada fasilitas dan papan perarem (peraturan) pura.

Atap genteng fasilitas toilet pura yang merupakan linggih (stana) dari Ratu Bhatara Gede Sakti Dalem Ped hancur dilempari batu yang cukup besar. Jelas batu tersebut tidak tertiup angin apalagi terbang dengan sendirinya tanpa ada yang melemparnya. Tak pelak, genting yang tertimpa batu tersebut hancur berantakan.

Baca juga :  Aneh! Pemkab Klungkung Terbitkan IMB Proyek Resort yang 'Merangsek' Kawasan Suci Pura

Begitu juga dengan papan dimana perarem pura ditempelkan. Tempelan perarem pura juga nampak jelas ‘tercabik’ oleh tangan tak bertanggung jawab. Sehingga kuat dugaan aksi pengrusakan misterius ini ada hubungannya dengan aksi penolakan warga beberapa waktu lalu itu.

Papan perarem Pura Sad Kahyangan Penida yang rusak dirobek.

Setelah mengetahui terjadinya pengrusakan ini ketua panitia pura, Wayan Tiasa beserta pemangku dan prajuru pura langsung melaporkan hal tersebut ke Polsek Nusa Penida. Selanjutnya, mereka berharap pada aparat penegak hukum untuk serius dalam mengusut tuntas kasus ini dan menangkap pelakunya.

Baca juga :  Investor 'Kangkangi' Perarem Pura Sad Kahyangan Penida: Ngotot Membangun, Warga 'Tedun'

“Ini perbuatan yang sangat biadab kalau ini dibiarkan akan berdampak sangat tidak baik buat Agama Hindu ke depan, karena ini merupakan kehormatan Agama Hindu telah diinjak-injak oleh oknum yang merasa dirugikan oleh aksi penghentian (proyek, red) oleh masyarakat untuk menjaga kesucian pura ini,” ujarnya, Senin (23/12).

Sebelumnya, penolakan yang dilakukan krame pengempon (warga umat) tersebut menurutnya merupakan bentuk dari bakti krame pengempon pada petunjuk prasasti kuno pura yang mengharuskan krame pengempon melindungi kawasan pure tersebut untuk tetap disucikan sejauh apeneleng agung (500m).

Dengan petunjuk prasasti itu, krame pengempon kemudian membuatkan berita acara paruman (rapat) dengan semua warga pengempon dihadiri oleh panitia pura dan pemangku pura yang dilengkapi dengan daftar hadir semua warga pengempon dan pembubuhan tanda tangan. Semua pengempon pure sepakat menyatakah kawasan apeneleng agung itu harus di sucikan tidak boleh di bangun fasilitas apapun selain fasilitas spiritual.

Baca juga :  Aneh! Pemkab Klungkung Terbitkan IMB Proyek Resort yang 'Merangsek' Kawasan Suci Pura

Hasil parumana yang berupa awig (aturan) serta perarem (aturan pelaksana) dan berita acara paruman tersebut juga mengacu pada Peraturan Daerah tentang radius perlindungan terhadap kesucian Pura Sad Kahyangan dan Pura Kahyangan Jagat serta pernyataan PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) setempat yang menetapkan pure tersebut sebagai pura sad kahyangan. (*/dk)