BCW: Kasus LPD Lebih Tepat Dibidik Pidana KUHP
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Digunakannya UU Tindak Pidana Korupsi untuk mengusut penyelewengan dana-dana simpanan nasabah di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) disayangkan Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora.
“Sebab, dana-dana berjumlah puluhan sampai ratusan miliar yang diselewengkan oleh pengurus LPD, 90% lebih merupakan simpanan nasabah, dan hanya sebagian kecil saja, sekitar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta, merupakan sumbangan Pemerintah Daerah kepada Desa Adat, yang oleh Desa Adat lalu digunakan sebagai biaya-biaya pembentukan LPD,” katanya, Senin (27/11/23).
Putu Wirata Dwikora yang juga Ketua Tim Hukum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menyatakan aparat penegak hukum hendaknya tidak secara harfiah menjabarkan pasal-pasal dan huruf koma dari UU Tipikor, karena dalam penegakan hukum ada asas legalitas, asas manfaat, dan juga keadilan.
Sebab, dengan membidik penyelewengan di LPD dengan UU Tipikor, implikasinya bisa menyebabkan simpanan nasabah yang ada di LPD ataupun yang telah dialihkan menjadi aset-aset semisal tanah, seperti yang sudah terjadi, dihitung sebagai kerugian negara, padahal nyata-nyata uang-uang tersebut adalah simpanan nasabah.
‘’Karena dihitung sebagai keuangan negara, konsekuensinya dalam tuntutan penuntut umum, kerugian negara tersebut yang telah disita diperintahkan untuk dikembalikan ke kas negara. Padahal, de facto, mestinya uang ataupun aset yang disita tersebut dikembalikan kepada para nasabah, dibagi sedemikian rupa dengan cara-cara yang adil.”
“Bisa dibayangkan, ketidakadilan yang timbul, bila seorang nasabah menyimpan Rp 1 miliar di satu LPD, lalu setelah diputus pengadilan, uang Rp 1 miliar tersebut termasuk kerugian yang dikembalikan ke kas negara,’’ papar Putu Wirata.
Putu Wirata juga mengingatkan, bahwa nyatanya sudah ada putusan pengadilan atas tindak pidana di LPD, yang kerugiannya dikembalikan ke kas negara cq LPD, seperti vonis dalam kasus LPD di Bangli dan LPD di Gianyar.
“Amar putusan yang sedemikian itu bisa memperpanjang birokrasi dan merugikan nasabah-nasabah yang simpanannya ada di LPD yang semestinya bisa dikembalikan, seberapa yang masih tersisa dari jumlah yang digelapkan oleh terpidana,’’ kata Putu Wirata Dwikora.
Seperti diberitakan, di antara kasus terbaru adalah dugaan korupsi dana LPD Desa Adat Kedewatan Kabupaten Gianyar. Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar diketahui telah menetapkan tiga tersangka dan menyatakan kerugian mencapai belasan miliar rupiah.
Ketiga tersangka yaitu Ketua LPD Kedewatan yaitu IWM, Sekretaris LPD Kedewatan IMDP dan Bendahara LPD Kedewatan yaitu INRAP. Ketiganya diduga melakukan tindak pidana korupsi dana LPD Kedewatan.
Pasalnya, sekira tahun 2010-2011, bertempat di LPD Kedewatan, INRAP diketahui oleh IWM dan IMDP memberikan kasbon yang berasal dari dana LPD Kedewatan kepada pegawai LPD Kedewatan dengan jumlah total sebesar Rp 11.5 miliar.
Uang tersebut kemudian direalisasikan seolah-olah menjadi kredit pada tahun 2021 namun tanpa jaminan, atas perbuatan ketiga tersangka yaitu IWM, INRAP dan IMDP tersebut, LPD Kedewatan mengalami kesulitan likuiditas dan tidak dapat melayani nasabah.
Editor: Ady Irawan
Tinggalkan Balasan