Peran Pers Penting untuk Perangi Disinformasi Jelang Pemilu 2024
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Mendekati Pemilu tahun 2024 tensi politik dipastikan akan semakin memanas, seiringan dengan hal tersebut disinformasi atau hoax juga diyakini akan menyebar memenuhi ruang media sosial. Kerentanan masyarakat terpapar disinformasi pun akan semakin tinggi.
Berangkat dari situasi tersebut peran pers menjadi sangat penting sebagai instrumen untuk menangkal serta meluruskan disinformasi di masyarakat. Disamping juga pers harus turut berperan dalam menjaga nalar publik tetap kritis dan objektif melihat calon pemimpinya.
Akademisi Komunikasi Universitas Udayana, Ras Amanda mengatakan peran pers sangat strategis dalam Pemilu 2024. Hal ini karena menjelang Pemilu fenomena hadirnya dan tersebarnya disinformasi akan semakin meningkat.
Oleh karena itulah menurutnya pers dapat menjadi media atau tempat untuk mengklarifikasi disinformasi yang tersebar di masyarakat.

“Kalau kita lihat kerja jurnalistik itu kan berbeda dengan Medsos (media sosial). Kalau jurnalistik kan ada gatekeeper (penanggung jawab) dan yang lainnya. Sedangkan Medsos kan bebas-bebas aja,” ungkapnya, Kamis (2/02/2023).
Lebih lanjut, mantan jurnalis ini mengatakan bahwa kerja jurnalistik atau pers memiliki metode dan memiliki sumber yang jelas. Sementara Medsos terkadang tidak memiliki sumber yang jelas dalam hal siapa pertama kali memberikan informasi atau mengisukan sebuah informasi.
Ras Amanda juga mengatakan bahwa pers harus lebih giat dalam memerangi disinformasi jangan menunggu sampai viral kemudian baru mengatakan atau mengkategorikan informasi tersebut apakah hoax atau bukan.
“Sekarang kan sudah ada banyak media-media yang bergabung menjadi check informasi apakah fakta atau tidak. Sebetulnya ini yang perlu digalakan oleh media untuk memberitahu apakah (informasi) ini fakta atau tidak,” terangnya.
Berkaca dari Pemilu tahun 2019 berdasarkan rilis Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukan temuan terdapat 3.356 sebaran hoaks di berbagai platform media sosial sejak Agustus 2018 hingga 30 September 2019.
Jumlah hoaks terbanyak ditemukan pada bulan April 2019 yang bertepatan dengan momentum pesta demokrasi Pilpres dan Pileg. Dimana pada bulan tersebut hoaks yang ditemukan sebanyak 501 hoaks, disusul bulan Maret berjumlah 453 dan bulan Mei 402 hoaks.
Dari hasil temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika jumlah hoaks terus mengalami peningkatan hingga April 2019. Adapun rincian lengkap jumlah hoaks selama satu periode tersebut. Agustus 2018 (25), September (27), Oktober (53), November (63), Desember (75), Januari 2019 (175), Februari (353), Maret (453), April (501), Mei (402), Juni (330), Juli (348), Agustus (271), dan September (280).
Tinggalkan Balasan