DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Ombudsman Bali akan membuka posko pengaduan bagi masyarakat, khususnya para peternak yang mengalami persoalan atau kesulitan akses pelayanan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Kuku dan Mulut (PMK). Kondisi ini setelah dalam beberapa waktu belakangan terjadi eskalasi kemunculan kasus PMK di Bali. 

Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti, dalam acara Coffe Morning bertajuk “Penangan Penyakit Mulut dan Kuku di Provinsi Bali”, bertempat di Kantor Ombudsman Bali, Denpasar, Jumat (22/067/2022). 

“Peternak yang mengalami persoalan terkait pelayanan dari Satgas PMK, bisa langsung melaporkan kepada kami. Terutama nanti terkait vaksinasi dan proses kedepanya soal penggantian biaya kompensasi. Jika terjadi persoalan itu bisa diadukan kepada Ombudsman,” ungkap Sri Widhiyanti

Baca juga :  Dominan Pelanggaran Maladministrasi, Ombudsman Bali Berhasil Selesaikan 89 Persen Laporan

Disamping itu, Ombudman Bali juga berencana akan mendorong Satgas PMK Kabupaten/Provinsi untuk juga membuka unit aduan di masing-masing daerahnya. Sehingga, melalui unit aduan ini para peternak yang tidak mendapatkan vaksin, bisa langsung mengadukan ke Satgas daerah tersebut. 

Menurut Ni Nyoman Sri Widhiyanti, ada beberapa hal terkait PMK yang harus segera dituntaskan. Salah satunya adalah menuntaskan distribusi vaksin, khususnya di daerah yang terkonfirmasi ada kasus PMK.

“Terutama di dalam radius 3 km dan 10 km daerah terkonfirmasi PMK, kita harapkan vaksinasi bisa terdistribusi dengan segara dan baik disana. Sehingga memang di radius tersebut kasus PMK bisa clear,” ungkap Sri Widhiyanti

Selain itu, pihaknya juga menyorot terkait bagaimana mendorong biaya kompensasi atau bantuan untuk para peternak yang ternaknya terkonfirmasi terjangkit PMK. Secara aturan sudah ada payung hukum dari Kementerian Pertanian.

Baca juga :  Ombudsman: Kontrol Lemah, DPRD Badung Harus Berani Kritisi Bupati

“Akan tetapi memang Juknis terutama dalam penghitungan konvensasinya yang belum keluar sampai hari ini. Kita mendorong dan koordinasikan ke Pusat untuk mempercepat Juknis ini. Sehingga memang perhitunganya lebih jelas,” ungkap Sri Widhiyanti

Kita juga akan mendorong Satgas Kabupaten/Kota untuk mencatat dengan baik peternak-peternak yang telah melakukan pemotongan bersyarat. Hingga nanti setelah didata dan masuk ke dalam sistem Kementrian Pertanian, peternak-peternak yang memiliki hak bisa mendapatkan kompensasi.   

“Kadang-kadang permasalahan data base ini menjadi persoalan karena pencatatanya kurang baik. Untuk itu kita ingin mendorong agar pencatatan dilakukan dengan baik. Selain juga akan mendorong dilakukan sosialisasi dengan baik,” ungkap Sri Widhiyanti.  

Baca juga :  Mulai Terkendali, Ketua Satgas PMK Provinsi Bali Longgarkan Kebijakan

Pada kesempatan yang sama, Ketua Satgas Penanganan PMK Provinsi Bali, Dewa Made Indra, memaparkan per Kamis (22/07/2022) tercatat sekitar 551 ekor sapi terkonfirmasi terjangkit PMK di Bali. Dari 551 ekor sapi, sekitar 441 ekor sapi sudah  berhasil ditangani melalui pemotongan bersyarat. 

Sementara, sisanya sekitar 110 ekor sapi yang keseluruhan terkonsentrasi di Kabupaten Buleleng, masih menempuh proses persuasi antara  pihak pemerintah dan peternak untuk menyepakati pemotongan bersyarat

“Pemotongan bersyarat membutuhkan waktu, untuk menyakinkan mereka (peternak) bahwa sapi perlu dipotong agar tidak menyebarkan virus ke sapi-sapi yang lain baik di tetangga sebelah maupun di desa dan kecamatanya,” terang Dewa Made Indra. (Gus/Dhi)