Ombudsman: Kontrol Lemah, DPRD Badung Harus Berani Kritisi Bupati
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab meminta kepada Anggota Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) khususnya Kabupaten Badung agar berani kritisi kebijakan eksekutif atau Bupati.
Anggota legislatif, tegas Umar, harus mampu menggunakan hak politiknya untuk melakukan fungsi controling dengan mengkritisi dan mengawasi kebijakan yang diambil oleh pemerintak eksekutif.
“Kami minta agar semua anggota DPRD Badung dan kabupaten lain menggunakan hak politiknya untuk mengkritisi kebijakan yang diambil pemerintah daerah khususnya menyangkut penganggaran untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pandemi covid-19.”
“Kedua, di samping mengkritisi, kami minta agar anggota DPRD juga mengawasi penggunaan anggaran tersebut sehingga tepat sasaran dan berani mengingatkan jika tidak tepat sasaran,” kata Umar Ibnu, Jum’at (29/5).
Lebih lanjut dikatakan Kepala Ombudsman apa dialami dengan pemerintah Badung sebelum pandemi Covid-19 yang sudah mengalami defisit lantaran kurang kontrol. Hal ini dikatakan tidak terlepas dari lemahnya pengawasan DPRD. Sehingga, pemerintah merasa tidak punya alat kontrol yang efektif.
“Manajemen keuangan di Badung tidak terlepas dari lemahnya pengawasan DPRD, sehingga pemerintah merasa tidak punya alat kontrol,” singgungnya.
Dijelaskan bahwa untuk melihat pelanggaran, dibutuhkan suatu telaah. “Karena itu kami belum bisa menyimpulkan, tetapi untuk mengetahui adanya pelanggaran atau tidak, anggota DPRD bisa meminta laporan dari pemerintah daerah terkait penggunaan anggaran,” jelas Umar Ibnu.
Sebelumnya I Nyoman Mardika, aktivis dari Yayasan Manikaya Kauci ini mengatakan, bahwa hegemoni begitu kuat dari eksekutif, membuat anggota dewan Badung tidak bersuara. Keadaan kondusif ini bukan berarti tidak ada pewacanaan kritik dari masyarakat dan juga legislatif.
“Kalau fraksi PDI Perjuangan diam kita bisa maklumi karena yang berkuasa. Tapi kalau fraksi-fraksi yang lain ikut diam ini menjadi pertanyaan besar. Dalam demokrasi cek and balance itu merupakan suatu keharusan agar masyarakat bisa terdidik secara politik. Bisa memahami tentang akuntabilitas dan pola penganggaran. Bukan berarti sebatas mau menerima begitu saja,” cetus Mardika. (Tim)
Tinggalkan Balasan