Sikap Forkom Taksu Bali Jelang Mahasabha PHDI
Ketua Umum Forkom Taksu Bali Jro Mangku Ketut Wisna. (Foto: Ist)
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Forum Komunikasi (Forkom) Taksu Bali mendorong sulinggih dresta (aturan adat) Bali dan Nusantara menerbitkan Bhisama (fatwa) pelarangan sampradaya (aliran kepercayaan) asing. Mereka juga mendesak para sulinggih (pendeta) untuk tidak mendukung dan mengakomodir tokoh-tokoh sampradaya asing di internal Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Sebagai lembaga tertinggi umat, PHDI hakikatnya sebagai organisasi sabha para pandita (sulinggih), sedangkan para walaka hanya sebagai pembantu dan pelaksana terhadap keputusan-keputusan dan bhisama dari sabha atau paruman pandita. Pengurus dan seluruh umat Hindu semestinya memposisikan lembaga besar keumatan ini untuk memuliakan peran dan wewenang sulinggih.
Penegasan tersebut disampaikan Ketua Umum Forkom Taksu Bali Jro Mangku Ketut Wisna (JMW), ST MT, didampingi Koordinator Tim Hukum Bali Metangi Jro Komang Sutrisna SH, kepada wartawan di Denpasar, Sabtu 9 Oktober 2021. Sikap ini disampaikan terkait rencana Mahasabha PHDI Pusat yang akan digelar akhir Oktober ini.
Sebelumnya, Forkom Taksu Bali yang merupakan gabungan 33 yayasan dan paguyuban Hindu, pada Jumat 8 Oktober 2021 malam telah melaksanakan rapat koordinasi dan menghasilkan pernyataan sikap.
“Forkom Taksu Bali menginginkan PHDI itu dikembalikan rohnya sebagai organisasi para sulinggih. Kami berharap dan mendorong para sulinggih yang berada di PHDI itu untuk membuat dan menerbitkan Bhisama penolakan dan pencabutan pengayoman sampradaya asing. Itu harapan dari kita,” tegasnya.
JMW menyebut indikasi kuat tokoh-tokoh pendukung sampradaya masih bercokol di tubuh PHDI. Atas dasar itu, JMW berharap segera dilakukan “pembersihan” karena bertentangan dengan dresta Bali dan Nusantara.
“Salah satunya disinyalir inisial UY, yang merupakan tokoh salah satu tokoh keluarga dari pendiri Veda Phosana Ashram (VPA) yang selama ini membuat sistem kesulinggihan massal. Itu sangat kami tentang. Karena itu sudah bertentangan dengan tatanan Agama Hindu Bali ataupun dresta Bali,” beber Ketua Forkom Taksu Bali.
Sisi lain, terkait adanya Mahasabha Luar Biasa (MLB) di Pura Samuan Tiga, Pejeng, Gianyar tanggal 18 – 19 September 2021 lalu, JMW enggan menanggapi lebih jauh. Ia mengatakan pihaknya bersama Forkom Taksu Bali hanya menginginkan “pemurnian” PHDI dan pencabutan sampradaya, baik Hare Krishna, Sai Baba dan lain-lain.
“Terkait dengan kisruhnya perebutan struktur ataupun kelembagaan, legal ataupun ilegal kami tidak berpendapat akan hal itu. Tapi sebelumnya kami pernah berpesan, lebih kita berjuang di ranah legalitas. Harapan kami tetap berusaha bagaimana bisa memurnikan PHDI itu secara legal,” tegas JMW yang juga Ketua Dewan Pelatih Kodrat (Tarung Derajat) Bali ini.
Menyikapi situasi yang berkembang tentang Mahasabha Luar Biasa tersebut, Koordinator Tim Hukum Bali Metangi, Jro Komang Sutrisna, SH mengatakan, sikap Forkom Taksu Bali tetap sama, tidak akan memberikan pendapat atas apa yang dilakukan pihak yang sebelumnya mengatasnamakan diri Forum Komunikasi (Forkom) PHDI Provinsi yang menggagas adanya MLB tersebut.
Dalam MLB tersebut, ia menilai ada semangat yang sama dengan yang didengungkan selama ini yaitu menghapus pengayoman sampradaya dalam tubuh PHDI, menghentikan segala kegiatan yang merusak dresta dan adat Bali, serta Hindu Nusantara secara menyeluruh di negeri ini.
“Namun, semangat tersebut harus didasarkan kesadaran untuk mematuhi aturan AD/ART yang ada. Karena MLB sudah terjadi, kami silahkan saja mereka berjuang di jalur yang sudah dipilihnya,” tegas Jro Komang.

Ia juga menegaskan, Forkom Taksu Bali tidak ada kepentingan untuk merebut dan menguasai PHDI. Namun mengawal agar PHDI sesuai dengan aspirasi masyarakat Hindu Nusantara.
“Bersih-bersih PHDI, sebenarnya kami minta secara transparan dan terbuka. Awalnya, kami ingin Rakor yang dilaksanakan di Samuan Tiga adalah tonggak sejarah untuk bersih-bersih di tubuh PHDI secara kesatria, yang masuk dalam lingkaran Mahasabha dan berperan banyak mengubah dari dalam sehingga perjuangan menjadi jelas,” singgungnya.
“Dengan demikian kami tahu, siapa yang memihak sampradaya asing dan mana yang memang berjuang untuk Hindu Nusantara. Karena Forkom Taksu Bali tidak memiliki hak suara, namun memiliki kekuatan aspirasi umat dari akar rumput yang tergabung dalam 33 elemen organisasi masyarakat, keumatan dan paguyuban seni,” sambungnya lagi.
Namun, ketika mengetahui menjadi Mahasabha Luar Biasa, pihaknya menjadi ragu kemurnian gerakan tersebut. Untuk itu, Forkom Taksu Bali lebih baik tidak berpendapat dan abstain.
“Silahkan anda berjuang, karena itu pilihan perjuangan yang anda pilih. Kami Forkom Taksu Bali, kami akan mengawal bersih-bersih PHDI ini secara konstitusional. Namun, jika Mahasabha 2021 melenceng. Kami akan menabuh genderang perang, dengan cara-cara akar rumput bekerja untuk dresta, budaya dan Hindu Nusantara,” tegas Jro Komang Sutrisna yang juga berprofesi pengacara ini.
Untuk itu, ia meminta semua elemen yang masuk dalam Mahasabha menunjukkan diri sebagai kesatria. Yang benar-benar berjuang untuk melakukan bersih-bersih PHDI dari rongrongan sampradaya asing. Jika tidak ada kata sepakat untuk membersihkan sampradaya asing, Mahasabha 2021 menurutnya harus di-deadlock.
Di sinilah, para kesatria ini harus berani menyatakan dan mengusulkan Mahasabha Luar Biasa. Ia menyerukan MLB dikibarkan, bendera perang berkibar dan di sana akan terlihat, siapa yang akan dihadapi secara terbuka. ”Jika bendera perang sudah berkibar. Kesatria akar rumput akan bekerja dengan caranya sendiri,” pungkas Jro Komang.
Guna mengetahui lebih lanjut informasi mengenai Veda Phosana Ashram, redaksi mencoba mengakses websitenya, vedaphosana-ashram.org namun beberapa laman dan kategori seperti Sejarah VPA dan Pengurus, ternyata dikunci dengan password atau kata sandi sehingga tak bisa melihat dan menggali lebih lanjut tentang tokoh-tokoh yang terlibat sebagai pendiri dan pengurusnya.
Beberapa dokumentasi kegiatan dan konten artikel dapat dibuka. Namun yang dapat diakses justru pada kategori Pandita di sana ditampilkan tabel nama-nama sulinggih yang akan dan sudah “diwisuda” oleh VPA.
Ditelusuri pada situs resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat dengan alamat phdi.or.id, ternyata di dalamnya juga terdapat link menuju website Veda Phosana Ashram berurutan dengan link ormas, lembaga, badan dan komponen Hindu lainnya antara lain Prajaniti, Peradah, ICHI, KMHDI, BDDN dan PHDI provinsi se-Indonesia. (*/dk)
Tinggalkan Balasan