DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Polemik kasus sengketa sebidang tanah di Jalan Gadung Denpasar antara warga dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali kembali memunculkan fakta menarik. Belakangan muncul data baru, menunjukan bahwa BPD Bali mendapatkan tanah tersebut dari memohon tanah negara. 

Hal tersebut terlihat dalam sertifikat (SHM) No. 171/Desa Sumerta Kauh tahun 1996 atas nama BPD Bali yang digunakan sebagai dasar mengklaim tanah seluas 385 m2 di Jalan Gadung tersebut.

Padahal sebelumnya BPD Bali mengatakan mendapatkan tanah tersebut dari IB Astika Manuaba (alm), mantan Direktur Utama (Dirut) BPD Bali periode 1984-1994. Sehingga, data tersebut jelas menunjukkan keterangan yang disampaikan BPD sangat bertentangan.

“Sertifikat No.171 milik BPD Bali sebagai dasar mengkasuskan tanah milik keluarga saya kalau diteliti janggal sekali. Dimana sertifikat No.171 yang memohon BPD Bali sendiri, dikeluarkan BPN Denpasar berdasarkan SK (Surat Keputusan) sendiri, batasnya ditunjuk pegawai BPD sendiri dari tanah negara tapi juga dicatat bekas hak milik No.40,” sebut Kadek Mariata, selaku pihak keluarga warga pemilik tanah, sembari menunjukkan photo copy sertifikat milik BPD Bali, Senin (13/09).

Baca juga :  Optimalisasi Pengolahan Sampah, Pemkot Denpasar Terima Bantuan Mesin dari BPD
Fotocopy Sertifikat No. 171 atas nama BPD Bali. (Foto: ist)
Fotocopy Sertifikat No. 204 milik warga. (Foto: ist)

Kadek Mariata membandingkan, sertifikat tanah miliknya No.204 tahun 1991 dengan sertifikat No.171 milik BPD Bali tahun 1996 begitu jauh sebagai dasar menggugat. Ia merasa heran, bagaimana bisa BPD mengklaim tanah milik keluarganya dari turun-temurun dan lebih dulu memiliki sertifikat dikabulkan pengadilan.

“BPD Bali luas tanahnya 380 m2 mengklaim tanah kami luas 385 m2. Lucunya, alamat tanah BPD Bali sertifikat 171 di Desa Sumerta Kauh dipaksakan pindah ke tanah kami di Jalan Gadung di Desa Dangin Puri Kangin. Beda desa ini lho, dan sangat mengherankan permohonan BPD Bali yang nyeleneh ini dikabulkan,” paparnya heran.

Kadek Mariata. (Foto: istimewa)

Selain itu Kadek Mariata menegaskan, dalam sertifikat 204 milik keluarganya, batas-batasnya ditunjukkan Pekaseh dari Subak Peraupan Timur No.125 b Pipil No.23 Persil No.65 Kelas III, Luas 385 m2 jelas dan lengkap warkahnya. 

Baca juga :  Polemik Sertifikat Ganda Lahan Diklaim BPD Bali, Ini Dikatakan BPN Denpasar

“Terlepas dari semua kejanggalan menjadi dasar mengklaim tanah kami, yang sangat kami sayangkan adalah pejabat BPD Bali dari tahun 2015 begitu ngotot menggugat tanah leluhur kami diputar-putar dijadikan proyek,” singgung Kadek Mariata.

Sayangnya, ditemui Kepala Divisi Umum dan Kesekretariatan BPD Bali IB Ary Wijaya Guntur belum bisa memberi keterangan. 

Kepala Bagian Humas dan CSR Bank BPD Bali Anak Agung Made Agung menyampaikan, terkait munculnya temuan baru pasca warga berkirim surat pengayoman hukum pihaknya mengaku baru tahu. 

Kabag Humas dan CSR Bank BPD Bali, Anak Agung Made Agung. (Foto: istimewa)

“Bapak (IB. Ary Wijaya Guntur, red) lagi ada rapat, tadi sudah saya sampaikan (pertanyaan, red). Jadi, waktu itu kan kami sudah sempat jelaskan, terkait silsilah terjadinya hal itu (kronologi BPD mendapatkan sertifikat tanah di Jalan Gadung). BPD dapat dari almarhum (IB. Astika Manuaba). Kita gak bisa menambahkan apa,” pungkas Humas BPD Bali akrab disapa Gung Bucal kepada wartawan.

Baca juga :  Sekda Denpasar Minta BPD Bali Permudahan Akses Kredit UMKM

Sementara dihubungi terpisah Pelaksana Harian Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa (Plh. Kabid PPS) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali, Eko Wijiati mengatakan, terkait kasus tanah warga dengan BPD Bali mengaku sampai saat ini belum ada yang memanggil meminta penjelasan.

Plh. Kabid PPS Kanwil BPN Provinsi Bali, Eko Wijiati. (Foto: istimewa)

“Ya, Kanwil belum ada yang memanggil untuk minta penjelasan sampai saat ini. Kan berkasnya ada lengkap. Kalau ada perkara baru dipakai bukti. Semua sudah sesuai aturan dan prosedur. Menjelaskan harus ada berkas,” jelas Eko Wijiati singkat dan mengaku masih ada di Lombok. (*/sin)