DIKSIMERDEKA.COM, TABANAN, BALI – Kuasa Hukum Desa Adat Kelecung, Selemadeg Timur Tabanan, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra, S.H., melayangkan surat permohonan penghentian penyelidikan (SP2Lid) ke Polres Tabanan atas pengaduan masyarakat (Dumas) yang diadukan pengadu inisial ABM atas teradu; Bandesa Adat Kelecung, Perbekel Desa Tegal Mengkeb serta seorang warga Penyanding.

Dalam Dumas No Reg: Dumas/16/I/2021/SPKT, tersebut pengadu melaporkan para teradu atas dugaan telah melakukan tindak pidana pemalsuan dalam terbitnya sertifikat tanah adat Pura Dalem Desa Pakraman Kelecung seluas 28 are pada tahun 2017. Belakangan disebut-sebut, tanah bersertifikat atas nama Pura Dalem Kelecung itu diklaim milik pengadu.  

Selaku Kuasa Hukum dari Desa Adat Kelecung, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra, S.H,. akrab disapa Ngurah Alit mengatakan, bahwa kasus ini menurut perspektifnya masuk pada ranah perdata. Sehingga pihaknya bersurat, memohon kepada polisi penghentian penyelidikan pada ranah pidana lantaran menimbulkan keresahan warga berkepanjangan.

“Terkait dengan pernyataan Kasubbag (Kepala Sub Bagian) Humas Polres Tabanan bahwa kasus ini sedang masih diselidiki dengan hati-hati dan seksama, itu membuktikan kasusnya menurut perspektif kami adalah perdata,” terang Ngurah Alit, Kamis (17/06/2021)

Disamping itu dijelaskan Ngurah Alit, selama ini dipersoalkan dalam pengaduan adalah masalah penyanding. Dimana pengadu dikatakan menganggap pihaknya yang harus menandatangani berita acara (BA) sebagai penyanding dalam penerbitan sertifikat milik Pura Dalem Kelecung. “Maka sangat jelas dan terang jika ada kesalahan bersifat administratif semata,” singgungnya.

Hal lain lebih menguatkan untuk permohonan penyelidikan bisa dihentikan diungkap Ngurah Alit, bahwa secara tidak langsung pengadu sudah mengakui lahan sebelah selatan dari pengadu adalah milik Pura Dalem Kelecung.

“Ini bisa dibuktikan dalam berita acara permohonan pendaftaran, dari pihak pengadu menyuruh orang lain meminta tanda tangan kepada Bandesa Adat Kelecung dalam pengajuan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) guna penerbitan sertifikat tanah pengadu. Itu artinya kan pengadu sudah mengakui di sebelah selatannya adalah tanah milik desa adat. Kalau tidak diakui kan tidak terbit sertifikatnya tahun 2017,” bebernya. 

Paling penting lanjut Ngurah Alit adalah memberikan kepastian hukum terutama kepada masyarakat Desa Adat Kelecung. Bahwa perkara ini bisa menimbulkan keresahan dan munculnya konflik sosial atau gesekan lantaran sudah hampir 5 bulan dari waktu diadukan polisi belum ada kepastian.

“Warga merasa tertekan dan resah dengan kasus ini. Dimana pandangan warga kasusnya disinyalir dipolitisasi pengadu. Sebisa mungkin agar masuk ranah pidana. Padahal jika ada kesalahan sifatnya administrasi. Kalau kita lihat semua teradu di sini tidak ada kepentingan,” pungkasnya. 

Sebelumnya Kasubbag Humas Polres Tabanan, IPTU I Nyoman Subagia ditemui wartawan mengatakan, penanganan pengaduan masyarakat No Reg : Dumas/16/I/2021/SPKT diadukan pihak inisial ABM dikatakan masih dalam penyelidikan. 

“Kasus itu memerlukan kehati-hatian, jadi masih memerlukan proses penyelidikan mendalam. Penyelidikan, dengan pengumpulan bukti-bukti, keterangan saksi-saksi. Tidak bisa serta merta begitu saja. Ranah hukumnya belum ditemukan, pasal-pasalnya juga belum ditemukan, makanya diperlukan bukti-buktinya dulu,” terang Kasubbag Humas Polres Tabanan, IPTU I Nyoman Subagia pada Senin (14/06/2021)

Kasubbag Humas Polres Tabanan menjelaskan, jika ada pengaduan masyarakat pihak Polisi wajib menerima. Kalau nanti sudah ditemukan bukti-bukti baru bisa dilanjutkan. Jika tidak ditemukan dikatakan tentu dikembalikan ke ranah semestinya.

“Kalau setiap pengaduan masyarakat kan wajib diterima. Tinggal nanti kalau proses penyelidikan, semisal bukti-buktinya ada, ya dilanjutkan prosesnya. Tetapi jika tidak ditemukan, ya dikembalikan ke ranahnya,” jelas Nyoman Subagia.

Sebelumnya juga, Bendesa Adat Desa Pakraman Kelecung I Ketut Siada akrab disapa Guru Kartika bersama Prajuru dan warga adat Desa Pakraman Kelecung mendatangi Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali meminta pendampingan kasus dihadapi, Jumat (11/06/2021)

Siada menerangkan saat itu bersama warga Adat, menduga pengaduan pihaknya dalam ranah pidana kepada polisi sebagai upaya untuk melakukan penekanan ketika ia bersama warga tetap mempertahankan aset tanah adat yang dipermasalahkan. 

Hal ini lantara diungkap, ada upaya pengadu menyebarkan narasi melalui pihak tertentu bahwa tanah adat itu milik pengadu. Hingga diceritakan terjadi mediasi berapa kali supaya tanah milik adat yang sudah bersertifikat agar diserahkan warga kepada pengadu.

“Sebelumnya telah melalui beberapa kali mediasi, salah satunya sampai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dari sana kami yakin untuk bertahan. Sekarang ini kami telah diterima dan MDA bersedia memberi perlindungan,” ujar Siada usai audiensi.

Dikatakan Bendesa Kelecung, keputusan tersebut diambil didasari atas paruman (rapat banjar) dan fakta dimana tanah adat yang mereka ketahui dari turun-temurun milik adat hingga BPN menerbitkan sertifikat. Salah satu membuat warga bertanya tanya, kenapa pengadu baru sekarang mempermasalahkan padahal sertifikat terbit tahun 2017. 

“Atas sikap warga adat tetap tidak menyerahkan tanah adat inilah belakangan muncul pengaduan ke Polisi terhadap saya selaku Bandesa dan juga penyading bersama Prebekel Desa Tegal Mengkeb,” terang Bandesa Adat Kelecung. (Tim)