DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Pelaksanaan Peraturan Wali Kota Denpasar (Perwali) No 32 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) Non PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di hari pertama menimbulkan kemacetan di setiap pos pemeriksaan jalan masuk ke wilayah Kota Denpasar. Kondisi ini dinilai justru melanggar protokol penanggulangan Covid-19, yakni physical dan social distancing (pembatasan jarak fisik dan sosial).

Salah satu tokoh masyarakat Kota Denpasar, Anak Agung Gede Agung Aryawan ST mengatakan Pemkot Denpasar harus segera mengevaluasinya. Ia mengatakan seharusnya tidak ada penyetopan dan pemeriksaan di jalan yang jelas-jelas akan menimbulkan kemacetan dan kerumunan. Pemkot menurutnya, harusnya dapat mengantisipasi hal ini, karena hal semacam ini sudah pernah terjadi di wilayah kota lain, misalnya seperti PSBB di Jakarta dan Surabaya.

Baca juga :  Denpasar Borong Juara I Lomba Desa dan Kelurahan Provinsi Bali

“Pemeriksaan surat-surat Kelengkapan administrasi kependudukan serta pemakaian masker yang melintas jelas menciptakan antrean begitu panjang dan menciptakan kerumunan massa yang melebihi jumlah 25 orang, bukannya ini malah melanggar protokol penanggulangan Covid-19,” ujarnya, di Denpasar (15/5).

“Tentu keramaian ini sudah melanggar himbauan tentang penanganan penyebaran virus covid-19 ini, di tengah gencarnya sosialisasi Satgas GR (Gotong Royong) Desa Adat dan Pecalang yang mengedukasi pemakaian masker, jaga jarak dan dilarang berkumpul menjadi berbanding terbalik dengan kejadian hari pertama PKM non PSBB ini,” ucapnya.

Antrean panjang akibat pemeriksaan dalam penerapan PKM Kora Denpasar.

Terkait kondisi ini Gung De mengatakan pembatasan yang dilakukan harusnya pada sumber-sumber yang membuat masyarakat beraktivitas yang tidak perlu. Seperti yang selama ini telah dilakukan Satgas GR Desa Adat dan Pecalang di wilayahnya masing-masing, seperti mengingatkan dengan membagi dan menempel brosur himbauan, dan mengawasi di lapangan dan lainnya.

Baca juga :  Kenalkan Produk UMKM Denpasar, PT Pegadaian Gelar Pasar Senyum Rakyat

“Perjalanan adalah kegiatan menuju tempat mereka beraktivitas atau ber kegiatan, maka semestinya pembatasan itu dilakukan pada sumbernya atau tempat mereka akan aktivitas seperti: berbelanja, bekerja, ke kantor ngurus surat dan lainnya. Di tempat ini masyarakat akan berkumpul, kontak dengan orang lain melakukan kegiatan nya,” ujarnya.

“Jadi sumber tempat melakukan kegiatan inilah yang dibatasi agar mengikuti standar penanganan wabah virus Covid-19. Contoh di pasar, masyarakat tetap berbelanja karena kebutuhan sehari-hari. Jadi pasar inilah yang dibatasi, bagaimana jarak antar pedagang, jarak pembeli mengantre, kelengkapan masker, hand sanitizer dan lainnya, begitu juga di perkantoran, pertokoan, proyek, semua harus didisiplinkan,” paparnya.

Baca juga :  Jaya Negara Buka Rakor Pemantapan Pembangunan Kota Denpasar Tahun 2023

Virus Covid-19 ini, katanya lebih lanjut, tidak ada yang tahu kapan berakhirnya. Maka menurutnya pola pembatasan kegiatan masyarakat ini lebih pada untuk meningkatkan disiplin. Jadi PKM Non PSBB ini menurutnya jangan mengatur kegiatan masyarakat berkendara di jalan, tapi lebih kepada pembatasan pada sumber yang membuat masyarakat beraktivitas dan kontak dengan banyak orang lain.

“Jika kita mampu mengedukasi cara hidup disiplin, cuci tangan dan jaga jarak menjadi kebiasaan maka akan mudah kita bangkit kedepannya. Kita akan terapkan kebiasaan ini dalam kehidupan sehari-hari kedepan nya menyongsong bangkitnya pariwisata terangnya. Ingat kita orang Bali, salamnya dengan cakupan tangan di dada, bukan bersalaman tangan. Jelas kebiasaan itu bisa kita gunakan menghadapi virus Covid-19 ini,” tandasnya. (nai)