Masih Berlanjut, Polemik Jembatan ‘Bodong’ Penatih Kini Diwarnai Saling Lempar Tanggung Jawab
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Polemik bangunan jembatan yang dibangun tanpa izin di atas anak Sungai Ayung, Penatih, yang ditolak warga, masih terus bergulir, bahkan kini ‘bola’ polemik itu terkesan kembali ‘dilempar’ ke Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar.
Pasalnya, Airlangga Mardjono, Kepala Balai Wilayah Sungai Bali Penida (BWSBP) mengatakan bahwa pihaknya tidak ada kewenangan melarang ataupun menyuruh membongkar bangunan jembatan tersebut.
Pernyataan Airlangga ini berbalik dari kesimpulan hasil rapat mediasi yang sebelumnya digelar antara pihak BWSBP, Pengembang, Warga serta instansi terkait, di kantor BWSBP, pada Selasa 11 Februari 2020 yang lalu.
Hasil rapat mediasi tersebut sebelumnya, menyimpulkan bahwa BWSBP akan menyurati Pemkot Denpasar, merekomendasikan agar bangunan jembatan tersebut dibongkar, sesuai permintaan warga.
Namun, Airlangga justru mengaku belum mengetahui hasil rapat mediasi tersebut. “Saya belum tahu, nanti coba saya cek ke tim. Karena saya tidak hadir waktu itu,” ujarnya kepada wartawan, Senin (9/3).
Selain itu, lanjutnya, sampai hari ini belum ada permohonan rekomendasi teknis dari pengembang, padahal sudah disarankan untuk pengajuan. Disebut-sebut, keadaan itu disinyalir karena izin lingkungan belum dikantongi oleh pihak pengembang.
“Saya tidak tahu itu ada izin lingkungan apa tidak, karena mengurus rekomendasi pun harus ada izin lingkungan. Yang jelas, saya tidak ada merekomendasi jembatan itu untuk dibongkar atau tidak. Jika masih ranah lingkungan itu kan urusan pemerintah kota,” terangnya.
Sementara itu dihubungi, I Gusti Made Arsawan salah satu warga berada di lingkungan Banjar Pelagan, Penatih yang bersebelahan dengan jembatan dibangun merasa heran dengan sikap BWSBP yang terkesan berkelit.
“Katanya BWSBP akan bersurat ke Pemkot, merekomendasikan agar bangunan jembatan itu dibongkar saja, sesuai permintaan warga. Kenapa sekarang bilang bukan kewenangan BWSBP. Jangan dong warga ‘diping-pong’ seperti ini,” ujarnya.
“Masak kami diminta bersurat kesana-kemari lagi. Harus kemana lagi kami mengadu, seharusnya bapak-bapak di atas itu bisa bijaklah, saling berkomunikasi menyelesaikan masalah ini, jangan malah seperti saling lempar tangung jawab,” tegasnya
Perlu diketahui, sebelumnya, Ketut Alit Sudiastika, salah satu Tim Rekomendasi Teknis BWSBP pada saat itu (Selasa, 11 Februari 2020) menjelaskan mediasi tersebut mengundang warga dan pihak pengembang, namun pihak pengembang tidak hadir alias mangkir.
Meski demikian, ia mengatakan rapat mediasi tersebut tetap mengambil kesimpulan yaitu BWSBP akan bersurat ke Pemkot Denpasar, merekomendasikan agar sesuai permintaan warga, bangunan jembatan tersebut dibongkar.
“Jadi pertemuan tadi tetap mengambil keputusan yaitu kita akan keluarkan rekomendasi ke Wali Kota. Nantinya, akan ditembuskan ke Satpol PP,” ujarnya saat itu.
“Masalah ini kan sudah berlarut-larut. Kita undang, tapi mereka (pengembang-red) tidak hadir tanpa ada konfirmasi. Jadi ini bukan keputusan sepihak, warga dan lainnya saja hadir,” tegasnya saat itu.
Polemik jembatan ini sendiri bermula sejak pengembang membagun perumahan tanpa izin di lingkungan Jalan Trenggana, Banjar Pelagan, Denpasar, yang akhirnya disegel Satpol PP Kota Denpasar, pada 5 November 2019.
Penyegelan itu dilakukan sebagai tindak lanjut putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, yang memvonis bersalah penanggung jawab proyek pembangunan perumahan karena membangun tanpa izin alias ‘bodong’.
Dari sana terungkap, tidak hanya proyek perumahannya saja yang ‘bodong’, namun ternyata jembatan yang dibangung, sebagai akses ke lokasi perumahan yang menghubungkan dua banjar, Pelagan dan Poh Manis itu juga dibangun tanpa izin.
Warga setempat sedari awal telah menolak pembangunan jembatan yang menghubungkan dua banjar mereka itu, namun pihak pengembang tetap bergeming dan terus melakukan pembangunan.
Kondisi ini membuat warga dua banjar itu semakin geram. Terlebih sebelumnya sempat ada upaya mempidanakan warga yang menolak pembangunan perumahan dan jembatan tersebut.
Polemik inipun terus bergulir. Berbagai upaya dan jalan telah ditempuh warga, mulai dari bersurat ke pihak-pihak terkait, hingga beraudiensi ke DPRD Kota Denpasar pada Rabu 15 Januari 2020, namun tetap tidak ada kejelasan.
Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga ditemui di Kantor DPRD Kota Denpasar usai audiensi tersebut menegaskan bahwa pihaknya siap membongkar jembatan itu, jika pihak BWSBP memintanya.
Alasan Dewa Sayoga, perizinan pembangunan jembatan di atas sungai adalah kewenangan dari BWSBP. Jadi menurutnya saat itu, harus ada rekomendasi dari BWSBP untuk membongkarnya.
“Kalau memang itu dipersalahkan, oleh BWS dalam hal ini, kalau BWS memerintahkan, dengan bersurat kepada pemerintah kota, melalui Satpol PP ya kita tidak lanjuti untuk membongkar (jembatan, red),” ujarnya di Gedung Kantor DPRD Kota Denpasar, Rabu (15/1).
Namun kini, sekali lagi, ‘bola’ polemik bangunan jembatan tak berizin itu seolah ‘dilempar’ kembali ke Pemkot Denpasar, dengan alasan BWSBP tidak ada kewenangan melarang ataupun meminta dilakukan pembongkaran, dan yang memiliki kuasa itu adalah Pemda setempat, dalam hal ini Pemkot Denpasar. (Tim)
Tinggalkan Balasan