Koster-Giri Paparkan Arah Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Nomor Urut 2, Wayan Koster dan I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) memaparkan arah kebijakan pembangunan pariwisata di hadapan insan pariwisata Bali dalam acara hearing paslon Gubernur-Wakil Gubernur Bali bertajuk “Pariwisata Bali Mau Dibawa Kemana?” yang digelar oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali di Jimbaran, Jumat (25/10/24).
Di hadapan ratusan praktisi pariwisata, akademisi dan pengamat pariwisata Bali, Wayan Koster memaparkan latar belakang, kekuatan dan kelemahan serta data statistik kondisi pariwisata Bali saat ini yang menjadi dasar Koster-Giri membuat kebijakan arah pembangunan pariwisata Bali kedepan.
Kondisi Kunjungan Wisatawan Bali
Mengawali pemaparannya, Koster menyajikan statistik jumlah kunjungan wisatawan (domestik dan mancanegara) Bali lima tahun terakhir.
Seperti diketahui, akibat pandemi Covid-19 melanda sejak awal tahun 2020 hingga 2022, pariwisata Bali sangat terpuruk. Namun berkat keberanian dan langkah yang tepat, Pemerintah Provinsi Bali era Gubernur Wayan Koster berhasil membangkitkannya dengan relatif cepat.
“Tahun 2023 jumlah wisman (wisatawan mancanegara) 5.27 juta orang. Belum sama dengan 2019 yang hampir 6.3 juta. Memang belum pulih 100 persen, tapi sudah sangat lumayan,” ujar Wayan Koster.
Koster mengatakan persentase jumlah wisman Bali 45.16 persen dari jumlah wisman nasional yang sebanyak 11.68 juta orang. Meski jumlah itu sebutnya, berdasarkan data kedatangan di pintu masuk bandara. Belum termasuk yang melalui jalur laut.
“Indonesia 11.68 juta orang. Tapi ini pintu masuk bandara, belum pintu pelabuhan dan darat. Jumlah kontribusi wisman Bali terhadap Indonesia, 45.16 persen,” ungkapnya. Kemudian wisatawan domestik, 4.7 juta orang yang masuk Bali lewat bandara Ngurah Rai. Dulu 4.98, jadi sudah sama, sudah pulih,” imbuhnya.
Dari pariwisata Bali ini, lanjut Koster, telah memberikan devisa yang sangat besar bagi negara. Devisa hasil pariwisata Bali mencapai Rp 98 triliun. Ini setara 45 persen dari devisa hasil pariwisata nasional.
“Devisa pariwisata Bali mencapai 98 triliun rupiah, devisa nasional dari pariwisata 218 triliun rupiah. Jadi Bali kontribusi 45 persen devisa nasional, sisanya 55 persen dari 33 provinsi. Jadi bisa dilihat luar biasanya kontribusi devisa nasional Bali,” kata Koster.
Kembali dengan data, Koster juga menyajikan potret struktur ekonomi Bali. Data ini membuat peserta hening, nampak serius memperhatikan setiap slide presentasi yang ditayangkan dan fokus mencerna setiap kata penjelasan yang keluar dari bibir ahli matematika lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
“Sekarang kita lihat kontribusi pariwisata terhadap ekonomi Bali, disumbang oleh pariwisata meningkat lagi sekarang 65.96 persen, hampin 66 persen. Ini ngeri-ngeri sedap karena pariwisata sensitif terhadap faktor eksternal. Jadi kita harus jaga betul ini dengan baik. Dan 45 persen kontribusi Bali terhadap devisa nasional harus dapat kita jadikan bargaining position,” kata Koster.
Selanjutnya Koster menunjukan sebaran akomodasi pariwisata yang ada di wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) serta relevansinya dengan angka produk domestik bruto regional, kepadatan penduduk, gap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan antar kawasan Sarbagita dan luar Sarbagita.
“Sekarang saya ingin menunjukkan gambaran wilayah Bali, Sarbagita dan luar Sarbagita. Sarbagita luas wilayahnya hanya 31 persen dari luas Bali, luar sarbagita luasnya 69 persen. Tapi apa yang terjadi, jumlah penduduk Sarbagita 2.3 juta, luar Sarbagita 2.1 juta jiwa. Penduduk lebih banyak dalam kawasan lebih sempit, apa artinya, mampet, berbagai problem sosial akan muncul.”
“Jasa usaha pariwisata hotel di Sarbagita 71 persen terutama Kabupaten Badung, Denpasar dan Gianyar, di luar Sarbagita hanya 29 persen. Jauh sekali. Restorannya juga, sarbagita 69 persen, luar Sarbagita 31 persen. Konsekuensinya, PAD (pendapatan asli daerah) dari PHR (pajak hotel dan restoran) di Sarbagita Rp 9.9 triliun, di luar Sarbagita Rp 1.5 triliun,” papar Koster.
Sedangkan produk domestik regional bruto di Sarbagita, ungkap Koster, sebesar Rp 185 triliun rupiah, di luar Sarbagita Rp 90 triliun, 67 berbanding 33 persen. “Jauh sekali,” kata Koster. Sedangkan pertumbuhan ekonomi, Sarbagita kata Koster tumbuh 6.4 persen, luar sarbagita hanya 3.7 persen. “Gap nya tinggi sekali, dan pasti ekornya problem sosial dan lainnya muncul di dua wilayah yang berbeda ini,” ujarnya.
Selanjutnya, masalah yang tengah dihadapi Bali terkait pariwisata, Koster merangkumnya ke dalam tiga aspek, yakni alam, manusia dan kebudayaan Bali.
Masalah bagi Alam dan Lingkungan
Masifnya perkembangan pariwisata Bali memberi dampak masalah bagi Bali, Koster merinci:
Pertama, tingginya alih fungsi lahan produktif sawah dan non sawah sebagai lahan bangunan akomodasi pariwisata. Kedua, produksi sampah semakin meningkat akibat banyaknya penduduk, pelaku pariwisata dan unsur lainnya yang semua menghasilkan sampah.
Ketiga, kerusakan ekosistem lingkungan akibat penggunaan air bawah tanah dan ancaman ketersediaan air bersih berupa penurunan debit dan kualitas air danau sungai dan laut. “Kedepan ini harus dikendalikan penggunaan air bawah tanah kalau tidak bisa jebol tanah di Bali,” tegas Koster.
Lalu selanjutnya masalh kemacetan terutama di Sarbagita makin tinggi, meski di luar Sarbagita lalu lintasnya tetap lancar. Kemudian meningkatnya pelaku usaha dari luar ke Bali karena maju pariwisata dan ekonominya, banyak yang investasi dari luar yang harus ditata kedepannya.
Serta masalah meningkatnya kesenjangan perekonomian dan sosial antara wilayah Sarbagita dengan luar Sarbagita. “Ini terlihat sekali, ini penting harus kita tata ke depan nanti,” ujarnya.
Permasalahan terhadap Manusia Bali
Dampak masalah bagi manusia Bali, lanjut Koster, tingginya migrasi penduduk. “Dimana ada gula di sana ada semut, di mana ada pertumbuhan ekonomi, ke sana orang pindah, ini juga harus kita tata,” katanya.
Selanjutnya, perubahan prilaku masyarakat Bali akibat pengaruh budaya asing yang dapat menjadi ancaman. Berkurangnya kesempatan berusaha bagi masyarakat lokal, akibat banyaknya orang asing yang berusaha ilegal di Bali. Makin banyak orang asing berkedok wisatawan melakukan pembelian aset di Bali atau nominee.
“Modusnya ada yang pakai kawin dulu setelah dapat tanahnya cerai,” sebutnya.
Kemudian, terganggunya ketentraman masyarakat Bali dan rusaknya citra pariwisata akibat prilaku wisman yang tidak tertib dan kriminal. Munculnya ancaman berupa perdagangan dan penggunaan narkoba dan prostitusi kesehatan dan keamanan.
Muncul komunitas orang asing yang eksklusif yang merusak keutuhan branding Bali dan munculnya orang asing praktek jual properti yang dibangun di Bali ke luar Bali. “Aduh jelek banget. Jangan dibiarkan itu. Gak bisa. Nanti saya tindak tegas,” ujarnya.
Banyaknya kunjungan wisatawan juga berdampak pada kapasitas infrastruktur jalan yang tersedia saat ini kurang memadai, karena pembangunan selama ini menggunakan pendekatan jumlah penduduk lokal. Serta sarana prasarananya masih konvensional.
“Saya perlu sampaikan, pembangunan jalan pendekatannya jumlah penduduk lokal, bukan wisata. Penduduk Bali hanya 4,4 juta, wisatawan domestik dan mancanegara jika digabung 11 juta, lebih banyak wisatawan ketimbang penduduk lokal. Itulah yang tidak diperhitungkan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan infrastruktur selama ini,” terangnya.
Permasalahan terhadap Budaya Bali
Dalam aspek budaya, muncul masalah penodaan tempat suci dan sakral akibat banyak wisman yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma dan tradisi di Bali.
Penodaan terhadap taksu budaya Bali akibat berkembangnya fasilitas pariwisata secara pesat seperti beach club, club malam dan sejenis itu. Rusaknya pakem dan keorisinilan budaya Bali akibat komersialisasi produk budaya Bali tanpa kendali.
Serta banyak kejadian kesenian Bali ditampilkan secara tidak patut di hotel restoran dan tempat wisata. “Seenaknya. Pakem nya hilang. Jadi sudah tidak bermartabat, karena itu harus diatasi,” tegasnya.
Arah Pembangunan Pariwisata Bali
Suka tidak suka, tegas Koster, pariwisata sektor yang sangat sangat penting bagi Bali. Pariwisata Bali paling terkenal di Indonesia bahkan dunia. Masyarakat dunia sangat tertarik dan mencintai Bali karena Bali memiliki keunikan dan keunggulan budaya. Maka kedepan, kata Koster, kita harus menggunakan sektor pariwisata ini untuk membangun budaya.
“Sekarang ini, jujur kita sampaikan budayalah yang membangun pariwisata Bali. Kedepan pariwisata yang kita pakai memajukan budaya Bali,” ucapnya.
Pariwisata Bali, kembali Koster menegaskan, harus benar benar kita sayangi dan jaga. Daerah lain sumber hidup ekonominya tambang, batu bara, minyak, emas, gas, dan yang lain yang jika kalau dikeruk terus akan habis. “Tapi pariwisata ini tidak akan pernah habis,” katanya.
Disamping itu, jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat diiringi kesejahteraannya yang juga meningkat, maka katanya, sesuai teori Abraham Maslow, makin sejahtera orang maka ia akan butuh berwisata. “Dan Bali lah menjadi tujuan pariwisata dunia,” sebutnya.
Atas dasar kondisi tersebut, arah pembangunan pariwisata Bali yang akan Koster-Giri lakukan kedepannya, yaitu:
Pertama, mempercepat dan memperkokoh penyelenggaraan pariwisata berbasis budaya berkualitas dan bermartabat, serta menjadikan pariwisata untuk membangun budaya Bali.
Kedua, memberlakukan kebijakan dengan tegas. Perda RTRW, Perda Bali 10/2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Bali Tahun 2019-2029 dimana Perda ini sebagai road mapnya. Kemudian, ada Perda 5/2020 tentang Standar Penyelenggaraan Pariwisata Budaya Bali dan Pergub Bali 28/2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali.
Ketiga, mendorong masuknya wisman yang cinta dan bertanggung jawab terhadap Bali. “Ini harus ditumbuhkan’l katnaya.
Keempat, menindak dengan tegas berbagai pelanggaran pembangunan villa ilegal dan usaha jasa pariwisata lainnya. Kelima, menindak tegas prilaku wisman yang tidak tertib dan melanggar norma budaya Bali. Keenam, mengendalikan dengan ketat pembangunan hotel di wilayah Badung Denpasar dan Gianyar.
“Bukan moratorium tapi mengendalikan dengan ketat. Masih boleh untuk sesuatu yang sangat selektif, di titik-titik tertentu masih bisa. Jangan di nol kan,” katanya.
Ketujuh, membangun destinasi pariwisata baru berkelas dunia, berkualitas dan berdaya saing, diantaranya Turyapada Tower, Pusat Kebudayaan Bali, dan Taman Wisata KBS Park di Jembrana. Sekaligus menyeimbangkan pembangunan di Bali selatan, timur, utara dan barat.
Kedelapan, membangun infrastruktur dan mengembangkan sistem transportasi yang berkualitas. “Kita harus ada moda transportasi modern, dan ini sudah dirancang,” ungkapnya.
Kesembilan, menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem alam dan lingkungan. Salah satunya masalah sampah harus selesai juga unsur polusi dan pencemaran lainnya. Kesepuluh, memperkuat tata kelola kepariwisataan Bali serta melakukan pengaturan terhadap orang asing di Bali disertai tindakan tegas terhadap yang melakukan pelanggaran norma budaya Bali dan hukum.
Kesebelas, menjadikan pariwisata penggerak utama perekonomian lokal Bali dengan penggunaan produk lokal Bali. Dan, duabelas, meningkatkan keterlibatan masyarakat dan komunitas lokal Bali sebagai pelaku usaha jasa pariwisata.
“Kita harus mulai terus meningkatkan kontribusi para pelaku usaha lokal Bali. Kita harus meningkatkan kualitas SDM pariwisata Bali. Kalau bisa Bali ini jadi sentra pembangunan SDM pariwisata. Diperlukan dimana di Indonesia, suplainya dari Bali. Mumpung kita unggul dalam urusan pariwisata. Pemerintah harus hadir melakukan itu secara bersama sama,” papar Koster.
Selain pembangunan sektor pariwisata, Koster-Giri melalui visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” juga akan membangun aspek-aspek lain. Dimana di antaranya ada 6 bidang prioritas, yakni:
- Bidang adat agama tradisi seni budaya dan kearifan lokal.
- Bidang kesehatan pendidikan pemuda olahraga jaminan sosial dan ketenagakerjaan.
- Transformasi perekonomian Bali dengan ekonomi kerti Bali.
- Bidang infrastruktur darat laut dan udara serta transportasi.
- Lingkungan kehutan dan energi.
- Bali pulau digital dan keamanan Bali.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan tersebut dengan lancar, di periode pertamanya sebagai Gubernur Bali, Koster telah membuat pondasi regulasi yang memadai. Sehingga lima tahun kedepan Koster-Giri tinggal ‘tancap gas’ mengeksekusinya.
Seperti diketahui, Bali sudah memiliki UU 15/2023 tentang Provinsi Bali; Perda Bali 4/023 tentang Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun. Mulai 2025 sampai 2125. Semua permasalah yang dihadapi Bali telah terakomodir dalam haluan tersebut beserta pola penyelesaiannya.
“Kita juga punya pedoman 44 tonggak peradaban pedanda Bali era baru. Kita tidak memulai dari nol lagi. Tapi kita sudah punya pondasi yang cukup kokoh untuk mengarahkan pembangunan Bali ke depan.”
“Kita sudah punya produk hukum 48 peraturan, terdiri dari 21 Perda dan 27 Pergub serta 5 surat edaran Gubernur Bali yang harus kita jalankan ke depan. Sebenarnya regulasinya sudah lebih dari memadai. Di periode kedua tinggal gass. Tinggal jalan,” tegasnya.
Skema Meningkatkan Kapasitas Fiskal Bali
Selanjutnya yang tidak kalah penting, Koster telah merancang skema untuk meningkatkan kapasitas fiskal Bali agar dapat membiayai pelaksanaan semua program dan kebijakan tersebut.
“Membangun kita harus ada uang. Ide ada uang gak ada, gak bisa jalan. Maka perlu program peningkatan kapasitas fiskal daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sesuai UU 15/2023 tentang Provinsi Bali,” ujar Koster.
Adapun skemanya, yakni: Pertama, mengoptimalkan pungutan asing sesuai Perda Bali 6/2023. Koster mengatakan saat ini penerapannya belum optimal.
“Tadi saya cek baru Rp 274 miliar. Kira-kira Rp 1 miliar rupiah lebih per hari. Baru 34 persennya. Seharusnya per hari itu Rp 3 miliar. Kalau Rp 3 miliar ini dapat, satu tahun dapat Rp 900 miliar, banyak yang dapat kita selesaikan,” ungkapnya.
Kedua, melaksanakan program kontribusi perlindungan budaya dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
“Udah ada Perda Bali 7/2023. Ini sudah diatur dalam UU Provinsi Bali. Jadi kedepan siapapun yang mendapat keuntungan ekonomi di Bali dia harus berkontribusi bagi Bali. Jangan hanya mencari manfaat ekonomi,” sebutnya.
Koster mengingatkan, salah satu sumber utama kebaikan Bali yang menjadi daya tarik pariwisata datang dari masyarakat Bali yang setiap hari melaksanakan persembahan suci bagi alam dan Tuhan.
Jadi Koster ingin masyarakat Bali yang setiap hari telah melakukan persembahan dan pengorbanan suci mendapatkan manfaat maksimal dari gemerlap dan kemajuan pariwisata Bali.
“Jadi harus sama-sama dapat manfaat kita, gak cukup hanya bayar pajak saja. Harus total cinta dan tanggung jawab terhadap Bali. Siapa yang membuat Bali ini baik, adalah masyarakat yang menghaturkan canang setiap hari di rumah. Saya hitung total, ada risetnya, sampai Ro 1 triliun rupiah habisnya. Ini harus dipikirkan,” katanya.
Ketiga, dari program kontribusi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan atau CSR. Keempat, mempercepat penyelesaian dan pengoperasian kawasan pariwisata Turyapada Tower yang akan menjadi sumber pendapatan bagi Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng.
Kelima, mempercepat penyelesaian dan pengoperasian kawasan pusat kebudayaan bali (PKB) dengan kerja sama pihak ke ketiga. Dan keenam, melalui Bali Development Fund. Yakni skenario jangka panjang agar Bali tidak hanya bergantung dari pendapatan asli daerah.
Bali Development Fund mengelola dana hibah internasional, kemudian CSR, dana-dana filantropi dari berbagai negara atau pinjaman lunak yang dapat diputar, yang akan menjadi sumber pendapatan di luar sumber konvensional PAD seperti pajak kendaraan bermotor.
“Pajak kendaraan bermotor kedepan harus kita rem, karena mengganggu kemacetan polusi udara, jadi harus dikurangi. Tapi sebelum dikurangi harus disiapkan sumber baru dulu. Serta menggali sumber sumber lainnya untuk meningkatkan PAD, masih banyak manuver yang dapat kita lakukan di Bali,” tandas Koster.
Tinggalkan Balasan