Terkuak,Ternyata Bukan Riana Orang Pertama yang Dihubungi Investor
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Sidang lanjutan dugaan pungli yang menjerat Bendesa Adat Berawa, Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, dengan terdakwa I Ketut Riana kembali digelar, dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (27/6/2024).
Saksi dalam persidangan kali ini yakni Adrianto Nahak T Moruk, yang berposisi sebagai Direktur Bali Grace Efata, selaku perusahaan di bidang pengurusan perizinan.
Dalam kesaksiannya, Adrianto menyebut bukanlah Riana yang ia temui pertama kali dalam perencanaan pengurusan izin pendirian hotel tersebut, melainkan ia menemui salah satu Kelian (pemimpin) Adat yakni Putu Kumara Yasa.
“sebelum menghubungi Riana, saya menghubungi Putu Kumara Yasa perihal perencanaan Hotel Magnum karena saat itu Kepala Dusun dalam keadaan sakit, setelah 3 hari baru saya bertemu dengan Riana,” ujarnya di hadapan persidangan.
Ia menambahkan pertemuan dengan Kumara Yasa setelah pihaknya menandatangani kontrak kerjasama dengan PT Brawa Bali Utara.
“Kontrak kerjasama dengan direktur Bali Brawa Utara pada Agustus 2023, setelah itu pada Bulan September baru ketemu Kumara Yasa,” sambungnya.
Setelah pertemuan itu, barulah Adrianto bertemu dengan Ketut Riana untuk membicarakan perizinan pendirian Hotel Magnum.
“Saya bertemu dengan Ketut Riana, kemudian ia meminta uang sebesar Rp10 Miliar sebagai sumbangan untuk desa adat, kemudian diminta untuk di transfer dengan nomor rekening pribadi atas nama I Ketut Riana pada Bank BRI,” tegasnya.
Setelah mendengar permintaan dari terdakwa, lantaran nilai kontrak hanya sebesar Rp3,6 Miliar maka pihaknya tidak menyetujui nominal tersebut.
“Menyerahkan uang sebesar Rp50 Juta untuk berobat anak bendesa, kemudian saat sosialisasi bendesa tidak hadir pada pertemuan tersebut karena permintaan dana Rp10 Miliar belum terpenuhi,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Atas perbuatannya Ketut Riana didakwakan pasal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1).
Reporter: Dewa Fathur
Tinggalkan Balasan