DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Dalam upaya memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi desa adat di Bali pemerintah provinsi bali telah mengeluarkan kebijakan strategis antara lain, menetapkan PERDA  Nomor 4 tahun 2019 tentang desa adat di Bali, menetapkan PERGUB  Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan keuangan desa adat di Bali, menetapkan PERGUB Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang peraturan pelaksanaan peraturan daerah nomor 4 tahun 2019 tentang desa adat, memberikan dana desa yang bersumber dari alokasi APBD semesta berencana provinsi Bali kepada desa adat, dan membangun gedung Majelis Desa adat Provinsi Bali kecuali gedung MDA Kabupaten Gianyar. 

Dan payung hukum yang sedang dirancang ini, nantinya diharapkan dapat menjadi kekuatan dan legalitas bagi desa adat untuk memperluas usaha yang dikelola oleh desa adat itu sendiri. Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) saat membacakan penyampaian penjelasan Gubernur Bali terhadap RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat Di Bali, di Ruang  Sidang Utama Gedung  DPRD Provinsi Bali, Senin (10/5).

Baca juga :  LPD Bermasalah, Selesaikan Dengan Hukum Adat Sebelum Menempuh Hukum Positif

PERDA Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat di Bali memberikan peluang kepada desa adat untuk membentuk baga utsaha padruwen desa adat atau BUPDA yang merupakan lembaga usaha yang dimiliki desa adat yang melaksanakan kegiatan ekonomi riil, jasa dan pelayanan umum yang diselenggarakan berdasarkan hukum adat serta dikelola dengan ditata kelola modern untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian krama desa adat, untuk keberlanjutan  penyelenggaraan unit sektor riil desa adat diperlukan payung hukum yang memadai berapa peraturan daerah (PERDA) untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap sistem perekonomian desa adat di Bali.

Secara filosofis desa adat memiliki tugas sosial, ekonomi dan keagamaan serta untuk memelihara kesucian dan keharmonisan alam bali beserta kehidupan krama yang sejahtera dan bahagia secara sekala dan niskala.

Secara sosiologi desa adat di Bali memiliki potensi dan peluang di bidang perekonomian yang perlu di tata pemanfaatan dan pengelolaannya secara sistematis melalui sistem perekonomian adat yang merupakan bagian dari sistem perekonomian nasional guna mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara berkebudayaan.

Baca juga :  Gubernur Koster Ajak Bendesa Madya di 9 Kabupaten/Kota Se-Bali Solid Memperkuat Desa Adat

Secara yuridis rancangan  PERDA tentang baga utsaha padruwen desa adat di Bali merupakan amanat dari Pasal 62 Ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat di Bali.

Maksud dari pengaturan RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adata (BUPDA) adalah untuk menjadi BUPDA sebagai kekuatan perekonomian Desa Adat yang mencerminkan nilai budaya yang sehat, kuat dan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan panca kerta yakni lima jenjang kesejahteraan kolektif masyarakat  Bali yang meliputi kerta  angga yakni kesejahteraan perseorangan, kerta warga yakni kesejahteraan keluarga, kerta desa yakni kesejahteraan masyarakat desa, kerta Negara yakni kesejahteraan Negara dalam berbagai tingkatan dan kerta bhuwana yakni kelestarian dan keharmonisan alam semesta  serta menunjang pelaksanaan panca yadnya di desa adat yang merupakan lima bentuk pengorbanan suci yang meliputi, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusia Yadnya dan Putra Yadnya.

Tujuan pengaturan RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat  adalah agar pengelolaan BUPDA dilakukan secara profesional dan modern dengan tata kelola berdasarkan hukum adat yang menerapkan prinsip nilai adat, tradisi, nilai adat, budaya dan kearifan lokal Bali. Tata kelola usaha yang baik, prinsip kehati-hatian dan praktek pengelolaan usaha yang baik dan terkini agar BUPDA tumbuh dan berkembang dengan  sehat, kuat, bermanfaat dan berkelanjutan bagi desa adat. (*/sin)