Gung De Aryawan: Peringatan Imlek dan Potensi Wisata Budaya Kebhinekaan Denpasar
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Momen peringatan Hari Raya Imlek, bagi orang Tionghoa, menurut salah satu tokoh masyarakat Kota Denpasar, AA. Gede Agung Aryawan ST., dapat dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan toleransi dan rasa saling menghormati agar keharmonisan kehidupan masyarakat dapat terus terjaga.
Selain itu, momen seperti ini nantinya juga dapat dikemas sebagai wisata budaya kebhinekaan. Dan tentu bukah hanya Imlek saja, juga peringatan hari-hari besar agama yang lainnya. “Tentu ini akan menjadi satu hal baru yang sangat menarik bagi wisatawan,” ujarnya Gung De, panggilan akrabnya, Jumat (24/1).
Kota Denpasar, terang Gung De lebih jauh, memiliki potensi wisata budaya kebhinekaan yang besar. Hanya saja selama ini belum dimaksimalkan. Jika potensi ini dapat dikelola dengan baik, ungkapnya, tentu dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Dan, dapat menjadi perekat kebhinekaan kita, bukan hanya Bali tapi juga di Indonesia.
“Kita tahu, Kota Denpasar meskipun didiami oleh penduduk mayoritas beragama Hindu-Bali, namun sejatinya Penduduk Denpasar sangat majemuk, beragam suku dan agama ada di Denpasar. Bukan baru, tapi sudah sejak ratusan tahun yang lalu. Ada agama lainnya: Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu,” paparnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, komposisi keberagaman masyarakat Denpasar dari segi agama sebagai berikut, Hindu 499.192, Islam 225.899, Kristen 34.686, Katolik 16.129, Budha 11.589, dan Konghucu 252 jiwa. Dari total populasi penduduk Kota Denpasar sebanyak 788.589 jiwa.
Dan selama ini Kota Denpasar tidak memiliki masalah dengan toleransi kehidupan antar suku dan umat beragama. Sikap bijaksana dan rasa persaudaraan umat Hindu-Bali yang kuat membuat semua dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Bahkan saling tolong-menolong satu sama lain.
Selain itu di Kota Denpasar juga memiliki situs-situs bangunan bersejarah yang merepresentasikan kebhinekaan itu, mulai dari adanya Masjid Suci, Puri Pemecutan, Pura Penambangan Badung, Puri Jro Kuta, Perkampungan China Gajah Mada, Perkampungan Arab di Jl. Sulawesi, gereja di Jl. Supratman, gereja di Kepundung, gereja di banjar Gemeh, Pura Jagatnata, Puri Denpasar, Kampung Jawa Wanasari, dan yang lainnya.
Kondisi inilah yang menurut Gung De Aryawan, sebagai potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan. Menurutnya, jika mau, toleransi antar umat beragama di Kota Denpasar ini dapat dikemas sebagai potensi wisata budaya nusantara yang nantinya dapat menunjang pendapatan asli daerah.
Jika kawasan tersebut di atas, terangnya lebih lanjut, dapat dikembangkan sebagai warisan budaya nusantara tentang arti toleransi dalam keragaman, tentu itu akan menjadi daya tarik pariwisata yang luar biasa baik bagi Bali maupun Indonesia. “Potensi besar ini bisa menjadi icon (ciri khas) pariwisata Bali khususnya Kota Denpasar tentang arti berbeda agama dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. (Adhy)
Tinggalkan Balasan