Gudang Mikol Banjar Sakah Terbukti Salah: Satpol PP Lambat, Pecalang Dipolisikan
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Vonis bersalah penanggung jawab pembangunan gudang minuman beralkohol (Mikol) tak berizin (IMB) yang ada di Jl. Sunia Negara, Pemogan, Denpasar Selatan (Densel) oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar telah membuktikan bahwa tudingan pembangunan tersebut melanggar hukum, benar adanya.
Dikatakan bahwa dalam persidangan pada Rabu (20/11) kemarin itu, penanggung jawab proyek dinyatakan bersalah dan dihukum dengan membayar denda tipiring (tindak pidana ringan) sebesar 1 juta rupiah, dan menghentikan pengerjaan proyek selama belum mendapatkan izin membangun.
Namun, meski putusan tersebut mendapat apresiasi, kekisruhan dan polemik yang sudah terlanjur muncul di tengah masyarakat, dinilai seharusnya tidak akan terjadi seandainya dari awal Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bertindak cepat dan tegas sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Yakni sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar No. 24 Tahun 2016, tentang Petunjuk Teknis Operasional Penegakan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum.
Sorotan tajam ini diungkap, Anak Agung Gede Agung Aryawan ST, selaku tokoh masyarakat Desa Pemogan, sekaligus kelian Banjar Adat Desa Pemogan. Pihaknya mengatakan seandainya Satpol PP bertindak sesuai dengan SOP dan Perwali, maka tidak akan terjadi kondisi yang runyam di lapangan.
Kelambatan dan ketidak-tegasan Satpol Pol PP yang bekerja tidak sesuai SOP dalam menindak kasus gudang Mikol tidak berizin itulah-lah yang dinilai membuat warga merasa geram dan bersama pecalang akhirnya bertindak untuk menghentikan proyek tersebut.
Yang mana, kini juatru warga dan pecalangnya yang dilaporkan telah melakukan tindak pidana ke polisi oleh si pemilik modal dan penanggung jawab proyek pembangunan gudang Mikol yang tak berizin itu.
“Ini semua pemicunya Satpol PP tidak melaksanakan SOP dan Perwali No 24 Tahun 2016. Seandainya Satpol PP bertindak sesuai dengan Perwali, tidak akan terjadi kejadian seperti pengaduan pemodal ke polisi,” tegas tokoh masyarakat yang akrab disapa Gung De, saat ditemui wartawan di Denpasar, Jumat (22/11).
Ditambahkan, sesuai dengan SOP atau petunjuk teknis dalam Perwali, dari segi tindakan preventif dan non yustisial, kurun waktu 28 hari sejak laporan warga, Satpol PP sudah menindak tegas. Berupaya menghentikan pengerjaan proyek ketika warga sudah melaporkan pelanggaran terjadi.
“SOP-nya kan maksimal 15 hari, sejak sidak pertama dilakukan pada 10 September 2019 dan penanggung jawab juga sudah dipanggil saat itu, ditambah 13 hari masa surat peringatan, maka semestinya 28 hari sejak itu sudah ada tindakan tegas,” jelas Gung De.
Gung De mengatakan bahwa warga telah melapor pada 9 September 2019. Satpol PP kemudian turun ke lokasi pertama kali pada tanggal 10 September 2019, namun setelah itu warga melihat ternyata aktivitas pekerjaan proyek masih berlanjut. Hal ini kembali diinfokan ke Satpol PP, kemudian pada tanggal 22 September 2019 Satpol PP turun lagi.
Tapi setelah itu lagi-lagi pekerjaan proyek masih tetap berlanjut, seperti tidak terjadi apa-apa, hingga akhirnya warga merasa geram, dan bergerak sendiri pada 6 Oktober 2019, untuk menghentikan pekerjaan proyek gudang Mikol tersebut.
“Tapi ini sampai mau habis 28 hari tidak kunjung terlihat ada tindakan tegas yang akan diambil, malah di lapangan terus ada progres pembangunan. Karena melihat tidak ada tanggapan positif dari pemerintah maka warga bergerak. Terlebih menjadi catatan ini kan gudang mikol, tentu harus ada izin produk dan juga izin edarnya,” ketusnya.
Terkait dugaan itu, Kepala Ombudsman RI (ORI) perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab turut menyayangkan kelambanan aparat Satpol PP. Dikatakan mestinya sejak warga melaporkan pembangunan tersebut tidak memiliki izin, Satpol PP segera bertindak tegas menghentikannya.
Dikonfirmasi terkait dugaan itu, Kelapa Ombudsman RI (ORI) perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab turut menyayangkan kelambanan bertindak aparat Satpol PP, sehingga situasinya menjadi kisruh seperti saat ini. Mestinya sejak warga melaporkan bahwa pembangunan tersebut tidak memiliki izin, Satpol PP segera bertindak tegas menghentikannya.
“Tentu kita menyayangkan ya, atas kelambatan Satpol PP dalam mengambil langkah-langkah pencegahan untuk merespon aspirasi publik. Satpol PP harusnya mengambil langkah tegas menghentikan pengerjaan proyek itu jika memang si penanggung jawab proyek tersebut belum memiliki izin untuk membangun,” terangnya melalui sambungan telepon.
Ia juga mengatakan dalam hal ini Pemerintah Kota Denpasar (Pemkot) tentu juga harus tegas menghentikan proyek-proyek yang tidak memiliki izin. “Jadi tentu dibutuhkan ketegasan pemerintah juga, pemerintah harus tegas menindak proyek-proyek yang belum memiliki izin itu,” tegasnya.
Terkait kondisi ini, pihak Ombudsman menyarankan agar warga melaporkan kepada Wali Kota Denpasar selaku pimpinan dari aparat Satpol PP. “Kalau seperti itu (Satpol PP lambat merespon laporan, red) dapat langsung dilaporkan ke pimpinannya yakni Wali Kota. Atau jika masyarakat takut, dapat juga melaporkan ke Ombudsman,” saran Umar. (Tim)
Tinggalkan Balasan