DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Lahan area Pelabuhan Benoa yang direklamasi oleh Pelindo III guna perluasan fasilitas pelabuhan dan fasilitas komersial, yang sempat menimbulkan polemik beberapa waktu yang lalu, kini segera akan dapat dilanjutkan kembali. Sebelumnya Gubernur Bali, Wayan Koster mengeluarkan surat yang meminta agar proses reklamasi yang dilakukan untuk dihentikan karena sejumlah pelanggaran yang dilakukan pihak Pelindo sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan.

Surat tertanggal 22 Agustus 2019 tersebut telah dikirimkan pada Sabtu (24/8/2019). Pada butir (a) dalam surat itu, Gubernur Koster meminta kepada Pelindo III agar tidak melanjutkan kegiatan reklamasi dan pengembangan di areal Dumping I dan Dumping II  sejak surat itu diterima.

Selanjutnya pada butir (b) Pelindo III diminta untuk segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem mangrove. Pada butir (c) Gubernur Koster meminta agar Pelindo III segera melakukan penataan areal Dumping I dan Dumping II sehingga areal tersebut tertata dengan baik.

Pada butir (c) ini pula Gubernur Koster menegaskan bahwa sesudah ditata areal tersebut hanya boleh digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sedangkan pada butir terakhir (d) Gubernur Koster meminta Pelindo III untuk melakukan kaji ulang terhadap Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa agar memperhatikan tatanan yang sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Baca juga :  Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pelabuhan Sanur dan Bias Munjul di Nusa Ceningan

Menindaklanjuti surat Gubernur Bali tersebut, Pelindo III bersama tim koordinasi kementerian, daerah, dan perguruan tinggi telah menyelesaikan desain rencana penataan dan pemanfaatan dari area hasil reklamasi tersebut. Dan, Gubernur Koster menyatakan telah menyetujui desain rancangan tersebut, dalam rapat koordinasi yang dilakukan pada Sabtu (2/11) di Jayasabha, rumah dinas Gubernur Bali.

Gubernur Koster saat menunjukan desain rancangan terbaru pengembangan Pelabuhan Benoa

“Pemanfaatan area Dumping I dan II dan area bekas Akame. Dumping I luasnya 25 Ha, 13 Ha-nya, atau 51 %-nya digunakan sebagai Hutan Kota. Sementara yang 12 Ha, atau 49%-nya digunakan sebagai fasilitas pengolahan perikanan, yakni ada cold storage, dan fasilitas-fasilitas lain, ada juga untuk penyimpanan buah-buahan untuk mensuplai kebutuhan kapal Cruise dan juga ekspor,” papar Gubernur Koster dalam keterangan persnya.

“Kemudian yang Dumping II, luasnya 45 Ha, 23 Ha atau sekitar 51%-nya digunakan sebagai hutan kota. Sementara sisanya digunakan untuk fasilitas curah cair, yaitu untuk terminal BBM, terminal gas dan terminal avtur,” imbuhnya.

Terminal BBM ini, menurut Gubernur Koster perlu dibuat karena selama ini pengisian bahan bakar kapal Cruise yang datang ke Bali tidak dilakukan di Benoa, tetapi di Singapore. Sehingga yang mendapat manfaat dari penjualan minyak kebutuhan bahan bakar kapal tersebut adalah Singapore. “Kita selama ini belum dapat. Dengan begini nanti yang jual minyaknya itu kita, dari Indonesia,” ujarnya.

Baca juga :  Presiden Jokowi Resmikan Tol Manado-Bitung Ruas Manado-Danowudu Sepanjang 26 Kilometer

Terkait pembangunan terminal gas, dibangun kaitannya dengan upaya mewujudkan Bali Clean Energy. Ke depan, Gubernur Koster menginginkan agar semua pembangkit energi listrik harus menggunakan energi baru terbarukan. Sehingga di sana akan dibangun terminal gas untuk suplai ke PLN, terutama sekali yang di Penjaringan.

Sedangkan pembangunan terminal avtur dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan di Bandara Ngurah Rai, yang mana selama ini terminalnya avturnya berada lurus dengan Runway, posisinya yang cukup dekat, kata Gubernur, membahayakan penerbangan. “Terminal yang ada saat ini (terminal avtur, red) posisinya dekat dengan Runway, jadi membahayakan dari sisi penerbangan, jadi kita geser sekarang biar lebih aman,” kata Ketua DPD PDIP Bali ini.

Selain itu, Gubernur kelahiran Sembiran, Singaraja, 20 Oktober 1962 ini juga menegaskan agar lahan Pelindo III yang saat ini dikerjasamakan dengan pelaku usaha, yakni Akame, Warung Made, Water Sport, Helipad, diminta agar dikembalikan dan kembali difungsikan sebagai hutan kota. “Yang bekerjasama dengan Pelindo itu sebenarnya berakhirnya 2023, saya minta dipercepat supaya bisa Desember 2020 diakhiri dan semua dikembalikan menjadi hutan kota,” tegasnya.

Baca juga :  Perseteruan Batas Wilayah, Pelindo III Siap Rangkul Banjar Sakah

Dirut Pelindo III, Doso Agung yang hadir pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa desain yang dibuat sudah disesuaikan seperti arahan Gubernur dan hasil keputusan rapat bersama. Dan desain tersebut sudah final, tinggal pelaksanaannya saja. “Dalam pelaksanaan kami akan terus berkoordinasi dengan tim yang sudah di bentuk yaitu tim pemantau lingkungan dan tim pembangunan. Jadi prosesnya terus diawasi,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman, Ridwan Djamaludin yang turut hadir pada kesempatan itu mengatakan bahwa Pemerintah Pusat telah menangani proses ini selama kurun waktu 3 tahun. Menurutnya apa yang dilakukan di Bali ini adalah sebuah lompatan pembangunan yang akan memberikan dampak positif bagi pariwisata Bali.

“Akselerasi dan lompatan pembangunan pelabuhan seperti ini menjadi sangat baik karena mampu meningkatkan jumlah kunjungan secara signifikan lewat jalur laut dengan kapasitas penumpang kapal cruise yang berjumlah ribuan sekali menyandar,” ujarnya.

“Ketika mmbangun ini isunya kan berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat, makanya ini kita koordinasikan bersama. Bersama pemerintah dan pihak pengembang (Pelindo III, red), ke depan pembangunan ini harapannya menjadi isu perekonomian yang bermanfaat untuk masyarakat,” tandasnya. (Adhy)