DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Praktik comot berita oleh penggiat akun-akun media sosial non pers tanpa pencantuman media sumber berita kian marak di Bali. Tindakan ini menjadi sorotan karena dinilai merugikan media pers profesional.

Ketua JMSI Bali, Nyoman Ady Irawan menilai kemunculan akun-akun medsos yang aktif mendiseminasi informasi layaknya media pers perlu ditertibkan guna menjaga keberlangsungan ekosistem pers yang sehat.

Baca juga :  Moratorium Perizinan Hingga 2026, Ancaman bagi Masa Depan Ekonomi Bali

Pasalnya, menurut Ady, media pers profesional harus mematuhi regulasi pers, UU 40 Tahun 1999 dan kode etik jurnalistik, sedangkan akun-akun medsos tidak.

Padahal, sebut Ady, mereka mendapat keuntungan ekonomi melalui monetisasi konten dan iklan, namun konten yang disebarkan berasal dari mencomot postingan netizen dan tidak sedikit ‘mencuri’ konten dari media pers.

“Banyak hal harus diperhatikan dalam menayangkan sebuah berita. Nah kalo mereka (medsos) ini enggak. Pakai gaya bebas. Tapi mereka juga mencari iklan. Tentu ini tidak adil dan merugikan,” ujarnya.

Baca juga :  JMSI Bali Gelar Diskusi Publik Bahas Isu Sampah di Pulau Dewata

Ady mengungkap bahwa JMSI Bali tengah mempertimbangkan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk menyikapi kondisi ini.

“Kalau media resmi terus dirugikan dan publik dibiarkan mengonsumsi konten palsu, lama-lama kita kehilangan jurnalisme yang sehat. Ini bukan soal ego, ini soal keberlangsungan industri media,” pungkasnya.

Baca juga :  HUT JMSI ke-5 di Banjarmasin, Usung Program Literasi "JMSI Goes To School"

Terkait hukum, Ady mengingatkan, pelaku plagiat dapat dijerat Pasal 113 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

“Bahkan jika kontennya didistribusikan secara digital, bisa masuk ranah UU ITE dengan ancaman lebih berat,” singgungnya.