DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Peningkatan literasi digital masyarakat penting dalam menyambut Pemilu 2024 guna mencegah terjadinya misinformasi atau hoax yang dapat membuat masyarakat terbelah. Terlebih di era post truth seperti saat ini, dibutuhkan kecerdasan dalam memfilter informasi agar terhindar dari hoax yang berdampak polarisasi masyarakat. 

“Justru (di era post truth) ini harus lebih banyak membuat konten dan narasi positif dan baik untuk kemudian diviralkan,” kata Ketua Bidang Hubungan OKP dan Antar Lembaga Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Robertus Bondan Wicaksono saat acara Gerakan Nasional Pemuda Penggerak Transformasi Digital, di STMIK Primakara, Sabtu (25/03/2023).

Menjelang Pemilu 2024, lanjutnya, produksi informasi yang mengandung sentimen SARA dan kepentingan tertentu akan banyak beredar dan membanjiri masyarakat sehingga pembekalan dan kesadaran literasi digital kepada masyarakat, terutama generasi muda sangat penting dilakukan. 

“Supaya tidak menjadi polarisasi atau hal-hal negatif lainnya yang ditimbulkan di dunia digital,” ujarnya.

Baca juga :  Penuhi Permintaan Puri, AA Gde Agung Mundur dari Pemilihan DPD RI 

Tingkat Literasi Digital Indonesia Masih Rendah

Di tempat terpisah, Koordinator Komunitas Narmada Bali, Teddy C Putra mengatakan bahwa tingkat literasi digital Indonesia masih dalam kategori rendah. Hal ini ditunjukan dari mudahnya masyarakat untuk mengkonsumsi hoax kemudian turut serta menyebarkan hoax tersebut. 

“Selain tingkat literasi digital yang rendah, tingkat pendidikan juga mempengaruhi. Hari ini pengguna gadget juga tidak didukung dengan literasi dulu, termasuk juga penggunaan sosial media. Jadi mereka punya social tools, tapi minim dengan social skills,” kata Teddy C Putra.

Menurut Teddy upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan literasi digital adalah gerakan kolaborasi yang melibatkan unsur pemerintah, LSM,  dan masyarakat dalam memberikan sosialisasi dan pemahaman tentang literasi digital, termasuk didalamnya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan didunia digital kepada masyarakat luas.

“Jika kolaborasi dan kesepahaman itu bisa berjalan, yakinlah meski belum merata, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia akan lebih tinggi lagi,” ujarnya.

Baca juga :  PDI-P Denpasar Target Raih 50 persen Kursi DPRD Pemilu 2024

Pemilu Rentan Jadi Momen Penyebaran Hoax 

Sementara itu pengamat komunikasi sekaligus Akademisi Universitas Udayana, Ras Amanda mengatakan bahwa momentum Pemilu sangat rentan menjadi ajang penyebaran hoax atau berita bohong. Hal ini lantaran kemenangan dalam sebuah pertarungan Pemilu sangat berkaitan dengan bagaimana  opini publik terhadap citra  sang politisi yang bertarung.

“Pembentukan opini sangat ditentukan oleh perang wacana. Untuk para pencari suara membentuk opini dan memenangkan hati dilakukan dengan menggunakan wacana atau pesan-pesan tertentu entah baik ataupun tidak baik seperti menyerang lawan politik dengan pesan tertentu yang menyudutkan,” terangnya.

Menurut Ras Amanda, pada situasi inilah terkadang miss informasi digunakan para politisi atau tim pemenangan dalam rangka kepentingan tertentu untuk membentuk citra diri si politisi atau lawan politik di mata publik 

“Pertempuran pembentukan citra ini banyak menggunakan berita-berita bohong atau berita-berita yang dibuat seakan-akan benar atau yang lainya. Jadi untuk memenangkan suatu suara itu adalah memenangkan wacana sehingga memenangkan hati pemilih,” ungkapnya. 

Baca juga :  Pengamat Sebut Baliho Tidak Efektif sebagai Taktik Gait Suara

Berkaca dari Pemilu tahun 2019 berdasarkan rilis Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukan temuan terdapat 3.356 sebaran hoaks di berbagai platform media sosial sejak Agustus 2018 hingga 30 September 2019.

Jumlah hoaks terbanyak ditemukan pada bulan April 2019 yang bertepatan dengan momentum pesta demokrasi Pilpres dan Pileg. Dimana pada bulan tersebut hoaks yang ditemukan sebanyak 501 hoaks, disusul bulan Maret berjumlah 453 dan bulan Mei 402 hoaks.

Dari hasil temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika jumlah hoaks terus mengalami peningkatan hingga April 2019. Adapun rincian lengkap jumlah hoaks selama satu periode tersebut. Agustus 2018 (25), September (27), Oktober (53), November (63), Desember (75), Januari 2019 (175), Februari (353), Maret (453), April (501), Mei (402), Juni (330), Juli (348), Agustus (271), dan September (280).