DIKSIMERDEKA.COM, JAKARTA-Pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara Baru (RUU IKN) akhirnya rampung. Undang-Undang (UU) tersebut secara resmi diketok palu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Sidang Paripurna masa persidangan III tahun sidang 202-2022, Selasa (18/01/2022). Kendati demikian, publik masih menyimpan keraguan, apakah di tengah kondisi bangsa Indonesia hari ini pemindahan Ibu Kota Negara sangat penting dilakukan?

Berangkat dari hal tersebut Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menggelar Dialog Publik dengan mengambil tema “Diskursus Pemindahan Ibu Kota Negara”, Minggu (31/01/2022). Dialog Publik ini menghadirkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Suharso Monoarfa, dan Head of Centre Macroeconomics and Finance INDEF, M. Rizal Taufikurahman, serta Ketua Organisasi yang tergabung dalam Cipayung Plus.

Dalam diskusi tersebut, M. Rizal Taufikurahman, menyampaikan bahwa pemindahan ibu kota Negara tidak memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya dampak pada terhadap konsumsi rumah tanggal rill. Apabila dilihat dampak pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur ternyata hampir semua provinsi di Indonesia mengalami penurunan, kecuali provinsi Kalimantan Timur saja, dimana konsumsi rumah tangga riilnya meningkat sebesar 0.24%, tetapi untuk level nasional malah sebaliknya,mengalami penurunan sebesar 0,04%.

Baca juga :  KMHDI Apresiasi Tri Handoko Seto Bangun 110 Pasraman Sepanjang Tahun 2021

“Hal ini menunjukkan bahwa rencana pemindahan tersebut tidak memberikan harapan yang baik untuk mendorong konsumsi rumah tangga secara nasional. Artinya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur perlu dipertimbangkan lagi apabila pemerintah mau mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga dalam pembentukan GDP riil, ungkap Rizal Taufikurahman

Selain itu, Rizal Taufikurahman juga menyampaikan dampak terhadap investasi riil juga demikian polanya, tidak jauh berbeda dengan konsumsi riilnya,dimana hanya berdampak positif pada provinsi Kalimantan Timur sebesar 0.20%, dan satu provinsi tetangganya, yaitu provinsi Kalimantan Utara sebesar 0.02%.

Baca juga :  KMHDI Pertanyakan Pencopotan Ditjen Bimas Hindu Secara Tiba-Tiba

“Semua provinsi selain keduanya, sebanyak 32 provinsi investasi riilnya menurun, bernilai negatif, dengan nilai bervariasi dan sangat kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan dampaknya terhadap nasional maka ide pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur bukan gagasan yang memiliki prospek dalam mendorong GDP riil melalui investasi, ternyata tidak memberikan dampak apa-apa, hanya bernilai nol,” ungkap Rizal Taufikurahman.

Sementara itu, Ketua Presidium PP KMHDI, I Putu Yoga Saputra mengatakan kebijakan untuk memindahkan Ibu Kota Negara perlu dipikirkan ulang terlebih kondisi negara saat ini yang masih dilanda Pandemi Covid-19 beserta berbagai macam dampak yang ditimbulkan.

Baca juga :  KMHDI Pertanyakan Pencopotan Ditjen Bimas Hindu Secara Tiba-Tiba

“Apakah kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara bisa menjadi kebijakan strategis yang bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang timbul akibat Pandemi Covid-19? Atau apakah kebijakan ini nantinya akan menambah masalah. Nah, hal-hal inilah yang harus kita pikirkan bersama,” terang Yoga Saputra saat menyampaikan tanggapan dalam forum.

Yoga Saputra juga menambahkan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara ke wilayah Kalimantan Timur akan mengorbankan ratusan hektar yang akan dialihkan untuk pembangunan fisik seperti pembangunan gedung, jalan, dll akan berpotensi berdampak pada kerusakan lingkungan.

“Sebetulnya masih ada masalah-masalah lain yang harus diprioritaskan untuk diselesaikan ketimbang ngebut memindahkan Ibu Kota Negara. Pada poinnya pemindahan ibu Kota Negara tidak serta merta menyelesaikan masalah,” tutup Yoga Saputra. (Gus)