DIKSIMERDEKA.COM, JAKARTA – Layanan vaksinasi Covid-19 yang sejatinya wajib dilakukan oleh setiap orang ternyata malah menimbulkan kerumunan yang tidak bisa dihindarkan, pasalnya hal tersebut tentunya dapat menimbulkan implikasi dugaan klaster baru.

“Sebaiknya dicarikan solusi layanan vaksinasi yang terbatas hanya 25 persen saja dan hendaknya form antriannya sudah dipersiapkan QR Code atau kode Barcode atau bisa juga dengan Google Form yang sudah disediakan untuk mencegah antrean,” kata Jeffry Karangan, Pemerhati sosial dari DPP Ikatan Media Online (IMO) Indonesia, Rabu (14/7).

Baca juga :  Animo Masyarakat Ikuti Vaksinasi Tinggi, Pemprov Bali Perbaiki Sistem Layanan

Dirinya tak habis berpikir mengapa hal yang sangat beresiko tersebut masih berlanjut dan dibiarkan oleh pihak-pihak penyelenggara, “Kenapa tidak menyelenggarakannya di Puskesmas masing-masing Kelurahan dengan maksimal antrian 25 persen dari kapasitas tempat?”.

Baca juga :  Animo Masyarakat Ikuti Vaksinasi Tinggi, Pemprov Bali Perbaiki Sistem Layanan

Seharusnya menerbitkan aturan baru tentang batas maksimal penyelenggaraan vaksinasi dengan sistem daring dan prosedur lebih ketat untuk menekan angka penularan Covid-19 yang angkanya melonjak.

“Pemerintah jangan hanya mengejar target vaksinasi namun juga harus bikin aturan yang digital dan tempat penyelenggaraan ruang vaksinasi yang lebih prokes,” tutur Jeffry.

Baca juga :  Animo Masyarakat Ikuti Vaksinasi Tinggi, Pemprov Bali Perbaiki Sistem Layanan

Menurutnya kondisi saat ini menjadi alarm bagi individu dan lingkungan sekitar supaya kita memperkuat protokol kesehatan di perkantoran, pemukiman, pusat perbelanjaan, sampai kampung di pelosok.

“Namun cara terbaik memutus mata rantai penularan COVID-19 adalah dengan mencegahnya salah satunya menghindari kerumunan,” pungkasnya. (hd/sin)