DIKSIMERDEKA.COM, BADUNG, BALI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung di tengah pandemi Covid-19 ini sepertinya benar-benar mengalami kesulitan. Sebagai kabupaten memiliki yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi ke dua di Indonesia itu, nampaknya kali ini ‘terhuyung-huyung’ jika bicara soal anggaran.

Bendesa Adat Tuban, I Wayan Mandra mengungkap fakta cukup miris. Selain kemampuan Desa Adat membiayai operasional Pecalang dan Satgas Gotong Royong (GR) akan memasuki nafas akhir dikatakan juga insentif dirinya selaku Bendesa Adat sudah lebih seminggu belum terbayarkan Pemkab Badung.

“Bantuan dari Pemkab khususnya untuk kami Satgas Desa Adat dan Pecalang belum ada. Bahkan insentif saya selaku Bendesa Adat hanya Rp 2,5 juta tiap bulan saja sampai molor. Kalau bantuan diberikan warga ada terdengar, cuman kayak hujan ‘ke sanga’ jarang-jarang,” ungkap Mandra, Minggu (7/6)

Bendesa Adat ini mengatakan bahwa Desa Adat Tuban terdapat 140 personil, baik Prajuru dan Pecalang dilibatkan dalam Satgas GR penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19. Dengan 100 personil Pecalang dibagi menjadi tiga shift penjagaan selama 24 jam.

“Sementara kami ini di Desa Adat diberikan beban tanggung jawab tapi tidak diberikan perhatian memadai. Hanya dikuatkan dengan kata ‘Ngayah’. Sementara terlepas dari tugas agama dan adat Covid-19 merupakan wabah nasional dan bencana negara. Bagaimana kami dapat menginstruksikan prajuru dan pecalang untuk berjaga, jika tidak ada untuk operasionalnya,” singgungnya

Tingginya tingkat heterogenitas masyarakat ditambah arus balik Lebaran dinilai Mandra menjadi beban extra bagi Satgas GR Desa Adat Tuban. Ia pun berharap agar pemerintah dapat menyeimbangkan antara tugas yang diberikan kepada Desa Adat dengan perhatian yang memadai. “Harapan saya, Pemerintah ini jangan Desa Adat hanya ditumpuk dengan tugas saja, tapi juga perlu diimbangi dengan perhatian,” tandas Mandra. (Tim)