Terkait ‘Nasib’ Satgas GR, Gung De Datangi Kantor Dinas Pemajuan Masyarakat Adat
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Besarnya peran prajuru (petugas) Desa Adat, khususnya Pecalang dalam menanggulangi penyebaran wabah Virus Corona 2019 (Covid-19) di Bali, dinilai perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari pemerintah. Meski Pecalang beserta prajuru Desa Adat lainnya, spiritnya adalah ngayah (kerja sosial), namun dinilai perlu ada kebijakan untuk menjamin keselamatan jiwa dan resiko lain dari tugas yang mereka emban.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu Tokoh Masyarakat Denpasar, Anak Agung Gede Agung Aryawan ST., yang juga Kelian Banjar Adat Sakah, Desa Adat Kepaon, Pemogan, Denpasar Selatan, saat bertemu dengan Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (Kadis PMA) Provinsi Bali, di Kantor Dinas setempat, pada Rabu (13/5).
Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan sejumlah saran dan masukan lain, terkait kendala dan kondisi yang dihadapi oleh Satuan Tugas Gotong Royong (Satgas GR) penanggulangan Covid-19 Desa Adat, di lapangan.
“Tugas yang diberikan ini kan memiliki resiko. Apakah pecalang dianggap kebal dan tidak akan terjangkit virus ini (Covid-19) (?). Artinya, perlu diberikan jaminan bagi mereka jika terjadi resiko, dan jika terjadi kemungkinan terburuk, bagaimana dengan nasib anak-istri atau keluarga mereka nantinya. Agar mereka tenang dan nyaman dalam ngayah melawan Covid-19 ini,” ungkapnya.
Anak Agung Gede Agung Aryawan juga berharap ada penambahan anggaran yang dialokasikan untuk Satgas Gotong Royong Desa Adat. Ia mengungkapkan bahwa alokasi anggaran 150 juta yang diambil dari anggaran Dana Desa Adat tersebut hanya cukup untuk memberi bantuan sembako, dan membeli kebutuhan desinfektanisasi, seperti membeli alat, membeli obat desinfektan, dan lain-lain.
“Jujur, saya kasihan sama Prajuru Adat khususnya Pecalang. Ingat, di satu sisi mereka juga terdampak ekonominya gara-gara Corona ini (Covid-19). Sebagian besar mereka karyawan dan buruh, ada yang jadi satpam dan lain-lain, secara ekonomi mereka ini menengah bawah. Memang mereka tidak berani melawan instruksi dari keliannya, tapi kita kan perasaan (kasihan, red) juga,” terangnya mengingatkan.
“Pecalang siap ngayah, tapi kita kan tidak tau ini sampai kapan berakhir (Covid-19), tidak mungkin bisa ngayah dengan anggaran swadaya terus. Kasihan mereka. Ngayah nindihin tanah kelahiran itu jiwa dan darah pecalang, tapi harus ada simpati dan empati terhadap kondisi mereka (Pecalang, red),” tegasnya.
“Sebagai salah satu garda terdepan, siapa bisa jamin pecalang tidak bisa tertular. Jaminan dari resiko tugas, kesehatan dan keselamatan, harus disiapkan anggarannya, Pecalang hanya butuh anggaran makan-minum, APD, jaminan asuransi kesehatan dan jiwa, siapa tau, jika terjadi kemungkinan terburuk,” ujarnya.
“Itu semua merupakan bentuk apresiasi yang sesungguhnya bagi mereka,” tandasnya.
Meski demikian, pada kesempatan tersebut, Gung De juga menyampaikan apresiasi terhadap Gubernur Bali, yang telah melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Bali No. 4 tahun 2019 tentang tentang Desa Adat di Bali sehingga Desa Adat memiliki payung hukum yang jelas dalam pelaksanaan peran dan tugas-tugasnya.
Sementara itu, terkait apa yang menjadi saran dan masukan yang disampaikan oleh Anak Agung Gede Agung Aryawan tersebut, Kadis PMA Provinsi Bali, I G.A.K Kartika Jaya Seputra mengatakan pihaknya sangat menyambut baik. Menurutnya, hal tersebut adalah aspirasi yang baik yang tentu akan menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Bali.
“Keberadaan Satgas Gotong Royong, di awal pembentukannya, memang semua Satgas ini adalah relawan. Jadi tidak memikirkan honorarium, insentif dan lainnya. Nah, sekarang di dalam pelaksanaannya ada usulan-usulan masyarakat untuk memperhatikan, ini adalah aspirasi yang baik, tentu ini akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Kartika Jaya juga mengapresiasi seluruh pihak yang telah bekerja dalam penanggulangan Covid-19 ini. “Bahwa Satgas Gotong Royong sudah bekerja di Desa, iya. Bahwa Dokter, paramedis juga sudah bekerja menangani pasien-pasien Covid-19, juga iya. Dan begitupun stakeholder lainnya juga sudah bekerja. Ini adalah aspirasi yang baik, tentu kita juga mengapresiasinya,” ujarnya.
“Yang jelas, kawan-kawan yang ada di Satgas Gotong Royong itu sudah bekerja luar biasa. Sudah banyak yang dilakukan, mulai dari mengedukasi masyarakat, mengumpulkan dan menyalurkan punia, kemudian juga mendata krama tamiu, tamiu termasuk PMI (Pekerja Migran Indonesia), sudah banyak yang dikerjakan, dan itu kita patut mengapresiasinya dan tentu ini akan dipertimbangkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Terkait penyaluran bantuan masyarakat terdampak Covid-19, ia mengatakan ada tiga sumber bantuan untuk masyarakat di Desa, yakni Dana Desa Adat, Dana Desa, dan dari Kementerian Sosial.
Ketika bantuan yang bersumber dari Dana Desa Adat, terangnya, tidak cukup untuk mengcover atau membantu semua krama desanya, misalnya krama tamiu dan tamiu yang belum tersentuh bantuan, maka data tersebut diserahkan ke Desa Dinas, dan jika Desa Dinas juga tidak cukup, maka diserahkan ke Kementerian Sosial.
Kartika Jaya menegaskan bahwa Pemprov Bali sama sekali tidak diskriminatif. Ia menegaskan bahwa Covid-19 ini soal kemanusiaan. Sehingga semua krama desa adat atau masyarakat yang memenuhi kriteria, dipastikan semua mendapatkan bantuan. “Dalam menghadapi Covid-19 ini pemerintah hadir memberi bantuan kepada semua masyarakat, sesuai kriteria yang membutuhkan, tidak mengenal suku, agama, kelompok, golongan maupun yang lainnya, karena ini soal kemanusiaan,” tegasnya. (*/nai)
Tinggalkan Balasan