DIKSIMERDEKA.COM, GIANYAR-BALI – Sidang perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau memberikan keterangan palsu pada Akta Otentik dalam penjualan saham PT Bali Rich yang melibatkan enam orang Terdakwa dengan berkas terpisah, kembali berlanjut dengan agenda pemeriksaan para saksi, bertempat di Pengadilan Negeri Gianyar, Selasa, 24 September 2019.

Ditemui selepas sidang, salah satu tim pembela Terdakwa Asral I Wayan Purwita, SH., MH yang juga merupakan Ketua DPC Peradi Denpasar menjelaskan keterangan Saksi Hartati menurutnya juga sangat inkonsisten.

Pada awalnya Saksi Korban Hartati hanya tidak mengakui telah menandatangani dua buah Perjanjian Jual-Beli saham dibawah tangan dan Berita Acara RUPS Luar Biasa Perseroan Terbatas PT Bali Rich Mandiri tanggal 21 Desember 2015.

Namun belakangan Hartati juga tidak mengakui tanda tangan yang ada dalam 6 (enam) warkah Akta Otentik yang telah dibuat tanggal 19 Juni 2015, bahkan juga tidak mengakui Sidik Jari yang ada dalam warkah Akta Otentik di keenam warkah tersebut sebagai miliknya.

“Sedangkan belakangan keterangannya kembali berubah, terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham No.82 di tanggal yang sama yaitu tanggal 19 Juni 2015, Saksi Hartati mengakui sebagai miliknya,” ungkap Purwita.

Atas ketidak konsistenan Saksi Hartati dalam memberikan keterangan dimuka Persidangan, Majelis Hakim bahkan sempat menegur Saksi untuk berkata jujur karena telah memberikan keterangan berbeda-beda dalam persidangan. Majelis Hakim juga menegaskan bahwa setiap keterangan di muka persidangan akan berdampak hukum.

Bahkan salah satu Tim Pembela Hukum Terdakwa Asral, Bali Dalo, SH yang juga merupakan Ketua DPC Peradi Batam mohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim untuk memerintahkan JPU untuk menahan Saksi Hartati karena telah memberi keterangan palsu di depan persidangan.

Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim mengatakan ada prosedur yang harus ditempuh lebih lanjut.

Selain ketidak-konsistenan keterangan dari Saksi Pelapor Hartati, kembali menurut Purwita, pihaknya sampai sekarang juga masih heran tentang dakwaan JPU. Klien-nya didakwa atas dugaan Membuat Surat Palsu sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 263 (1) KUHP.

“Namun tidak dijelaskan perannya secara gamblang siapa, bagaimana dan dengan cara apa Pemalsuan Surat tersebut dilakukan, apalagi dilakukan oleh enam orang Terdakwa secara sekaligus dan ada Notaris pula,” ujarnya.

Agenda persidangan kali ini juga memeriksa dua orang saksi yang dimintai keterangannya dimuka pengadilan. Kedua orang saksi tersebut yakni; Saksi Teddy Gunawan dan Djarius Haryanto.

Saksi Djarius Haryanto di depan persidangan membenarkan bahwa ia sebagai Pemegang 10% (seratus lembar saham) PT Bali Rich Mandiri dan Hartati Pemegang 80% (delapan ratus lembar saham) PT Bali Rich Mandiri yang asetnya adalah Bali Rich Villa Ubud sepakat akan menjual seluruh saham PT Bali Rich Mandiri karena ada kekhawatiran tidak dapat mengurus perseroan tersebut.

Atas informasi dari Saksi Pelapor, Hartati yang merupakan janda Almarhum Pemilik Saham mayoritas PT Bali Rich Dinamika Rudy Dharmamulya, bahwa sudah ada pembeli yang berminat, Ia kemudian datang ke kantor Notaris Hartono yang beralamat di Pertokoan Niaga Dewa Ruci Blok B No. 9 Jl. Sunset Road Kuta, Bali.

Kedatangannya itu tak lain untuk menjual seluruh sahamnya kepada pihak pembeli, yang saat ini merupakan salah satu terdakwa yang bernama Asral. Dari penjualan tersebut, Saksi Djarius mengakui kalau atas penjualan ini ia telah menerima uang sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sementara itu, Saksi Teddy Gunawan dalam pemeriksaannya lebih banyak memberikan keterangan terkait proses pengambil-alihan Hotel Rivavi yang dimulai sejak meninggalnya Pemilik Saham mayoritas PT Bali Rich Dinamika Rudy Dharmamulya. (*/adhy)