Ratusan Kubik Air Selanbawak dan Kuwum Disedot Setiap Hari, tapi Warga ‘Gigit Jari’
DIKSIMERDEKA.COM, TABANAN, BALI – Ratusan kubik air diangkut setiap hari oleh salah satu perusahaan swasta multi nasional dari Depo Kuwum, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan untuk dikomersilkan. Kabarnya, perusahaan ternama ini bekerja sama dengan Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Amertha Buana, Tabanan.
Namun sayang dibalik itu, Desa Selanbawak sebagai tempat asal keberadaan sumber mata air yang dikerjasamakan PDAM, disebut-sebut tidak ada mendapat kompensasi alias ‘gigit jari’. Begitu juga Desa Kuwum sebagai terminal air, dikabarkan tidak sepenuhnya menerima, diduga hanya diberikan sekedar saja.
Terkesan terlepas dari dasar Undang Undang Sumber Daya Air (SDA) yang sudah disahkan Joko Widodo tanggal 15 Oktober 2019 kemarin. Dimana pada prinsipnya, dalam UU SDA No 17 Tahun 2019 ini tidak mengesampingkan dan tidak meniadakan hak rakyat atas air.
Sedangkan prioritas utama penggunaan SDA bagi kegiatan usaha diberikan kepada badan usaha milik desa, badan usaha milik daerah dan badan usaha milik negara. Dalam pemberian izin penggunaan SDA bagi kebutuhan usaha kepada pihak swasta dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat.
Dihubungi, I Made Merta sebagai Kepala Desa Selanbawak, mengaku belum ada kontribusi selama ini yang diterima desa dari pihak PDAM atau pihak perusahaan swasta. Bahkan dikatakan kontrak kerjasama pemilik lahan sudah habis bulan ini namun pihaknya mengaku mempending untuk memperpanjang, diucapkan melalui sambungan telpon, Kamis (19/3)
“Saat ini sudah habis masa kontraknya. Mereka mengajukan perpanjangan, tapi kami minta pihak PDAM dapat hadir ke kantor Desa, agar dapat membicarakan kejelasan seperti apa bentuk kontraknya nanti. Jadi untuk saat ini kami masih pending perpanjangannya,” jelasnya.
Sementara itu, I Putu Yoga Andika selaku Kepala Desa Kuwum mengatakan, bahwa di wilayahnya terdapat 2 sumber mata air permukaan. Dikatakan, air ini tidak banyak dikelola lantaran debitnya kecil.
“Saya baru di sini, hanya berapa bulan. Belum mendalami, bagaimana bentuk perjanjian dibuat pendahulu dengan pihak PDAM dan perusahaan swasta selaku diajak kerjasama. Yang jelas meski sekedar, sedikit tidak itu ada kompensasi untuk desa dan banjar. Seperti saat ada upacara keagamaan, kita mohon pasti dikasi air kemasan sama perusahaan,” terang Putu Yoga.
Yoga tidak menapik, dikatakan ada warganya mengeluh tehadap debit air kecil pada jam tertentu dari PDAM. Dan juga diakui, belakangan ada berapa sawah tidak mendapatkan pengairan memadai.
“Kemarin berapa warga dari 5 Banjar tidak jadi menanam padi. Hal ini karena kita bergantian dapat pengairan irigasi dari Marga,” jelasnya.
Satu sisi dalam UU SDA Pasal 47 Ayat 1 dijelaskan penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha dapat diselenggarakan apabila air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi serta sepanjang ketersedian air masih mencukupi. (Tim)
Tinggalkan Balasan