DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR-BALI – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kantor Cabang Denpasar kembali menggelar Media Gathering di Warunk Upnormal, Jl. Raya Puputan No.50, Rabu (16/10) siang.

Gelaran kedua dalam rentang waktu satu tahun kali ini terkait sharing informasi BPJS Kesehatan di Bali, serta menanggapi isu perencanaan penyesuaian jumlah iuran BPJS Kesehatan.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Denpasar, dr. Muhammad Ali mengungkapkan tren positif kenaikan jumlah pengguna layanan JKN-BPJS dari awal Desember 2014 hingga 2019.

“Peserta JKN-BPJS terus mengalami tren peningkatan jumlah dari awal pendataan yaitu 121,6 juta jiwa di tahun 2014, menjadi 222,1 juta jiwa per 06 September 2019 kemarin,” ungkapnya.

Baca juga :  BPJS Kesehatan Catat Pemanfaatan Layanan Kesehatan Naik Tahun 2023

Pria yang menjabat mulai 10 September 2019 di Bali itu melanjutkan dengan membeberkan berbagai alasan defisitnya anggaran BPJS Kesehatan yang menyebabkan munculnya isu kenaikan iuran.

“Defisit anggaran karena ketidaksesuaian antara besaran iuran dengan pengeluaran yang dibiayakan, besarnya pemanfaatan biaya untuk penyakit krodit, tunggakan iuran dan meningkatnya kesadaran penggunaan layanan kesehatan,” jelasnya.

Selanjutnya, untuk mengenai kepastian besaran serta waktu penyesuaian iuran BPJS Kesehatan, Ali masih menunggu keputusan dari pusat.

“Untuk kenaikan iuran, kita masih menunggu bentuk penyesuaian iuran BPJS dari presiden. Karena mau membuat regulasinya harus berdasar persetujuan presiden,” bebernya.

Baca juga :  Kemnaker Minta BPJS Kesehatan Percepat Integrasi Data Kepesertaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Disamping itu, Ia menghimbau untuk para peserta BPJS Kesehatan agar tidak terlalu panik dengan adanya isu kenaikan jumlah iuran dikarenakan hanya akan berdampak kecil bagi peserta yang tidak mampu.

“Penyesuaian iuran JKN-KIS hanya berdampak kecil dan tidak memberatkan, karena untuk masyarakat kecil dan tidak mampu iurannya ditanggung pemerintah melalui APBN. Dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemda di jamin iurannya oleh APBD,” terangnya.

“Sedangkan, untuk buruh hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 s/d Rp 12 juta,” imbuhnya.

Baca juga :  Kebocoran Data 279 Juta WNI, Polri Segera Sita Server BPJS Kesehatan

Lebih lanjut, mantan Kacab BPJS Mataram itu mengakui resiko dari kebijakan yang akan dihadapi ketika penyesuaian jumlah iuran pasti akan tetap ada, tetapi bukan tanpa solusi.

“Resiko dari kenaikan iuran yang rencananya akan disesuaikan tentunya pasti ada. Tapi solusinya bagi yang tidak mampu ya, bisa dengan turun kelas atau solusi lain seperti di daftarkan untuk di cover oleh pemerintah daerah melalui APBD atau yang lain,” jelasnya.

“Makanya kita juga sedang menunggu kebijakan pemerintah pusat,” imbuhnya menutup sesi diskusi. (riky)