DIKSIMERDEKA.COM, BALI – Pertama kalinya, Pemerintah Provinsi Bali menggelar peringatan hari lahirnya (Harlah) Bung Karno ke 118 tahun, yang dirangkai dengan acara halal bihalal Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriah, di Jayasabha, rumah jabatan Gubernur Bali, Kamis malam (6/6). Halal bihalal ini juga menjadi kali pertama dilaksanakan secara resmi oleh Pemerintah Provinsi Bali sejak 51 tahun yang lalu.

Peringatan hari lahir presiden pertama sekaligus founding father Bangsa Indonesia ini merupakan rangkain dari peringatan Bulan Bung Karno dan Hari lahirnya Pancasila (1 Juni). Pelaksanaan halal bihalal dan peringatan hari lahir Bung Karno ini memiliki makna yang sejalan.

Pancasila digali oleh Bung Karno dan diletakan sebagai dasar negara yang mampu mengikat kebhinekaan atau keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia, baik keragaman suku, agama, ras maupun budaya. Hal tersebut diungkapkan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster dalam sambutannya saat acara halal bihalal dan peringatan Harlah Bung Karno tersebut.

Kebhinekaan tersebut menurut Gubernur Koster, hanya dapat dirawat dan dijaga dengan baik dengan menjalin silaturahmi dan komunikasi yang baik, salah satunya antar umat beragama yang ada di Indonesia, khususnya di Bali, yang selama ini telah berjalan cukup harmonis.

“Ini cara kongkrit kita menjalin kerukunan umat beragama di Bali, nanti hari umat lain juga akan kita laksanakan. Ini untuk menunjukan Bali menjadi tempat menyemaikan nilai-nilai Pancasila dan ajaran Bung Karno,” ujar Gubernur Koster.

Bangsa yang memiliki 6 Agama resmi, 1.340 suku, dan 17 ribu lebih pulau ini, tegas Gubernur Koster, tidak mungkin dapat disatukan tanpa memiliki dasar yang kuat. Untuk itulah, Bung karno, menurutnya telah menggali 5 berlian Bangsa Indonesia (Pancasila), yang telah menyatukan dan membebaskan Bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing berabad-abad lamanya.

Di Bali sendiri, Gubernur Koster mengatakan, telah berpuluh-puluh tahun umat beragama hidup rukun dan berdampingan. Bahkan Bali memiliki julukan Nyama Selam untuk orang muslim, yang artinya Saudara Islam dan juga hingga kini masih ada tradisi saling ngejot antar umat beragama di Bali.

“Nilai-nilai Pancasila itu telah ada sebelumnya di dalam masyarakat kita, Bung Karno hanya menggalinya, makanya beliau menolak disebut pembuat Pancasila,” ucapnya.

Hadirin peringatan Harlah Bung Karno dan halal bihalal Gubernur Bali dalam peringatan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriah, di Jayasaba, Kamis (6/6) (Foto: Diksimerdeka.com)

Sementara itu, Pembina Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, H. Roichan yang hadir dalam acara halal bihalal tersebut, dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada Gubernur Koster yang telah menyelenggarakan acara halal bihalal yang pertama sejak 51 tahun tersebut.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur, sejak 51 tahun, ini kali pertama kami hadir disini (Jayasabha) dalam acara halal bihalal,” ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut, ia juga berpesan bahwa salah satu makna puasa yang dilakukan Umat Islam sebelum Idul Fitri adalah memerangi kemiskinan.

Menurutnya, bagi seorang Gubernur memerangi kemiskinan tidak hanya dilakukan dengan memberi materi secara langsung, akan tetapi juga dilakukan dengan membangun infrastruktur seperti jalan dan infrastruktur publik lainnya, serta membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak dan melindungi produk pertanian dan peternak Bali.

Acara tersebut juga turut dihangatkan dengan pembacaan puisi oleh Ny. Putri Koster yang berjudul “Agustus” karya Yudiatira AN Masardi. Pembacaan puisi yang bernuansa nasionalisme itu berhasil membuat hadirin terkesima dan memberi tepuk tangan yang riuh saat Ny. Putri Koster selesai membacakannya.

Selain perwakilan MUI Bali, Acara halal bihalal dan peringatan hari lahir Bung Karno tersebut juga turut dihadiri diantaranya oleh Wakil Ketua DPRD, Wakapolda Bali, Danrem, Bupati dan Wakil Bupati se Bali dan Pimpinan umat agama semua agama yang ada di Bali. (Gama)