DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Denpasar yang akan dimulai besok (tanggal 15 Mei 2020) menjadi sorotan dari salah satu Tokoh Masyarakat Kota Denpasar, Anak Agung Gede Agung Aryawan ST. Ia mempertanyakan mengapa tanggung jawabnya terkesan ‘dilempar’ ke Desa, Kelurahan, dan Desa Adat.

Pasalnya, dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Desa, Kelurahan, dan Desa Adat Dalam Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) itu, pelaksanaan PKM tersebut Desa Kelurahan, dan Desa Adat yang harus mengusulkan.

“Mengapa dalam Perwali tersebut, PKM ini harus Desa, Kelurahan dan Desa Adat  yang harus mengusulkan. Mengapa tidak Pemerintah Kota langsung yang ‘pasang badan’ (mengambil tanggung jawab). Apa dasarnya Desa Adat usulkan PKM, seolah wabah ini tanggung jawab besar ada di Desa dan Desa Adat,” ujarnya.

Baca juga :  Terapkan Penyesuaian Tarif Air Minum, PDAM Denpasar Gelar Konsultasi Publik

Padahal, menurutnya, anggaran yang mengelola adalah Pemkot (Pemerintah Kota), jadi menurutnya, pengelola anggaran lah yang lebih bertanggung jawab. “Kenapa Wali Kota tidak berani pasang badan. Nanti kalau berhasil Pemkot yang klaim, kalau gagal, Desa atau Desa Adat yang disalahkan,” cetusnya.

Ia mencontohkan, apakah bisa Desa dan Desa Adat membuat kajian secara akademis, untuk menentukan bahwa wilayahnya harus melakukan PKM. Karena menurutnya, harus ada prasyarat kriteria kondisi untuk dapat melakukan PKM. “Misalnya, mengukur epidemiologi (tingkat potensi penyebaran virus) Covid-19 ini di daerahnya. Apakah bisa? Apakah Desa dan Desa Adat juga punya Bidang Urusan Kesehatan,” tuturnya.

“PKM ini kan tujuannya kesehatan, menekan penyebaran agar masyarakat sehat, bebas Covid-19. Jadi saya harap Pemerintah Kota langsung yang handle (mengambil alih tanggung jawab), soal pelaksanaannya melibatkan Satgas Desa Adat, saya rasa Prajuru Adat, khususnya Pecalang selalu siap ngayah nindihin tanah tempat hidup dan mati nya,” tandasnya.

Baca juga :  Hari Pertama PKM Denpasar Kisruh, Ini Evaluasi dari Tokoh Masyarakat Denpasar

Secara prinsip Kelian Adat dari Banjar Sakah ini, setuju di Denpasar dilakukan PKM. Karena menurutnya secara substansi itupun sudah terlaksana di lapangan tanpa ada Perwali dari Pemkot. Satgas dan Pecalang, sebutnya, sudah melaksanakan dari dua bulan lalu sebelum Hari Raya Nyepi.

Sehingga menurutnya, lahirnya Perwali ini hanyalah ‘stempel’ saja, agar ada regulasi hukumnya. Jika memang mau demikian, ujarnya, Pemkot harus berikan dana hibah untuk Pecalang atau Satgas Gotong Royong yang ada di Desa Adat.

“Mestinya pemerintah kota yang melakukan, semua wilayah di Kota Denpasar melaksanakan PKM, biar wabah virus Covid -19 cepat berlalu. Biar gak sekedar ‘stempel’ saja. Kalau memang mau demikian, Wali Kota  beri anggaran BKK untuk Satgas Gotong Royong (Pecalang) di lapangan. Ada 443 banjar se-Kota denpasar, Pemkot harus siapkan anggarannya termasuk untuk APD (Alat Pelindung Diri,” jelasnya.

Baca juga :  Kebijakan Pembatasan Kegiatan Upaya Kendalikan Covid-19 di Pulau Jawa – Bali

Perwali Denpasar Nomor 32 Tahun 2020 tentang PKM ini sendiri akan diberlakukan secara resmi besok, Jumat 15 Mei 2020 hingga 30 Juni 2020.

Dalam Perwali PKM ini juga akan ada pembatasan dan pengetatan pemeriksaan kepada warga yang ingin masuk Kota Denpasar. Bahkan, larangan masuk ke Kota Denpasar dilakukan bagi mereka yang tidak jelas tujuannya, tanpa membawa identitas, dan tidak memiliki keperluan bekerja di Denpasar.

Dan Mereka juga wajib melengkapi dengan surat kesehatan dan bukti hasil rapid tes di tempat mereka sebelumnya, serta wajib pakai masker dan kondisi tubuh harus sehat. Jika melanggar, mereka akan dikenakan sanksi administrasi berupa teguran lisan, perintah berupa keharusan membeli masker, perintah berupa tidak melanjutkan perjalanan, dan tidak dilayani dalam pengurusan administrasi kependudukan. (*/nai)