Bos Paradiso Hotel Diputus Bersalah dan Diganjar Hukuman 2 Tahun Penjara
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (21/1) memutuskan terbukti bersalah terhadap terdakwa bos Hotel Kuta Paradiso Bali, Harijanto Karjadi dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan serta memberikan keterangan palsu pada akta autentik.
Dalam amar putusannya, Soebandi,SH.MH yang memimpin jalannya persidangan dalam perkara ini di ruang sidang Utama memutuskan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang keterangan palsu pada akta autentik.
“Mengadili terdakwa Harijanto Karjadi bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama dua tahun, dipotong selama terdakwa menjalani masa penahanan,” ketok palu hakim Soebandi di muka sidang.
Menanggai putusan ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya,SH.,dkk yang sebelumnya menuntut hukuman pidana selama tiga tahun penjara, menyatakan pikir-pikir.
Lain hal tanggapan dari terdakwa yang diwakili kuasa hukumnya Petrus Balapati,SH dkk, dengan tegas akan mengajukan banding. “Maaf yang mulia, kami selaku kuasa hukum terdakwa, setelah berdiskusi memutuskan untuk melakukan banding terhadap putusan ini,” singkat Balapati di muka sidang.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus yang menjerat bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta,No.87, Kuta Badung.
Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).
Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.
Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. (Tim)
Tinggalkan Balasan