Hutan Pejukutan Dibabat, Aktivitas Ilegal Investor Resahkan Warga
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Aktivitas investor membabat hutan kawasan Tahura (Taman Hutan Raya) Suana di Desa Pejukutan, Nusa Penida, Klungkung semakin meresahkan warga. Aktivitas ilegal investor PT Capri Nusa Satu di kawasan Tahura seluas 44 Ha itu disinyalir dibekingi oleh oknum aparat pemerintah.
Pasalnya, laporan warga Pejukutan atas pembabatan ilegal Tahura oleh PT Capri Nusa Satu itu tidak kunjung membuahkan tindakan tegas, hingga kini aktivitas ilegal itu masih berlanjut, bahkan terkesan ada pembiaran dari aparat pemerintah terkait.
Menurut seorang tokoh masyarakat Nusa Penida, laporan pelanggaran yang dilakukan PT Capri tersebut awalnya dilakukan oleh kelompok petani (Poktan) binaan Tahura ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Bali.
“Awalnya yang saya tahu, warga (poktan, red) melapor ke UPT. Kemudian UPT memerintahkan agar aktifitas itu (perambasan, red) dihentikan. Dan saya dengar juga katanya UPT sudah melapor ke Krimsus (Reserse Kriminal Khusus, red) Polda Bali, tapi sampai hari ini belum ada kejelasan kelanjutan laporan Polisi itu,” ujarnya, di Denpasar, Kamis (5/12).
“Habis bagaimana warga tidak menolak, jika proyek itu dilakukan di wilayah tempat suci. Proyek yang dikerjakan PT Capri Nusa Satu itu berdekatan dengan Pura Segara Atuh. Masa proyek yang sudah jelas-jelas melanggar konsep Tri Hita Karana, khususnya Wana Kertih, harus dilegalkan demi mengejar keuntungan bisnis semata? Ini sudah tidak dibenarkan. Nanti warga mau sembahyang, sedikit saja mendongak eh … terlihat bangunan resort bertingkat. Apalagi kalau ada yang jemur-jemur baju. Ini tempat suci lho, tempat memuja Hyang Widhi. Harus dijaga dengan setegak-tegaknya!” tegas Arimbawa.
Sementara itu, Kasi UPT KPH Bali Selatan, Wayan Suardana saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Ia menjelaskan, saat pihaknya mendapat laporan terjadi tindak pidana pembabatan hutan lindung yang dilakukan oleh perusahaan Jakarta, PT Capri Nusa satu dari kelompok masyarakat setempat, pihak UPT Bali Selatan dipimpin Kasi UPT Bali Selatan langsung memeriksa ke lokasi.
“Begitu sampai di lokasi kami langsung menghentikan aktifitas PT Capri tersebut dan langsung proses pemanggilan pihak perusahaan. Namun karena pihak perusahaan tidak datang menghadap ke UPT untuk mengklarifikasi, maka kami melimpahkan nya ke Krimsus (Reserse Kriminal Khusus, red) Polda Bali untuk ditindaklanjuti proses hukum nya,” paparnya.
Setelah laporan Krimsus tersebut, terangnya lebih lanjut, baru ada pihak perusahaan yang datang ke UPT Bali Selatan, yakni oleh pengacara pihak PT Capri bersama satu orang yang merupakan etnis China untuk minta penyelesaian masalah tersebut.
“Tapi kami katakan hutan lindung ini milik negara dan juga milik rakyat, sehingga kalau ada yang berani membabat hutan tersebut kami wajib untuk menindaknya karena itu tugas dan kewajiban kami, dan kami tidak mempunyai hak untuk berdamai dan memaafkan pembabat hutan tersebut karena hutan itu bukan milik saya hutan itu milik negara dan milik semua rakyat indonesia,” tuturnya. (Tim)
Tinggalkan Balasan