AA. Ngurah Oka Sutha Diana Tegaskan Pergub Bali 80/2018 Tak Bertentangan dengan UU 24/2009
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali AA Ngurah Oka Sutha Diana menegaskan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Penegasan ini sebagai jawaban atas munculnya sorotan yang menilai Pergub tersebut bertentangan dengan UU tentang Bahasa, Bendera, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan. Dalam keterangan tertulisnya, AA Ngurah Oka Sutha Diana mengatakan bahwa UU Nomor 24 tahun 2009 tersebut mengatur penggunaan bahasa, bukan mengatur penggunaan aksara, sebagaimana yang menjadi sorotan belakangan ini.
“Sesungguhnya, Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelengaraan Bulan Bahasa Bali tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangasaan,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada media, Minggu (1/12/2019).
“Hal ini dikarenakan Undang-Undang ini mengatur penggunaan bahasa, bukan mengatur penggunaan aksara,” tegasnya.
Aksara Bali, terangnya lebih lanjut, merupakan huruf yang digunakan untuk menuliskan segala aspek kehidupan masyarakat Bali sejak dahulu sebelum dikenal huruf Latin. Bukti-bukti itu dapat dilihat dari semua naskah lontar, prasasti, purana, dan berbagai manuskrip lainnya yang memuat keseluruhan pengetahuan, tradisi, seni, dan budaya serta kearifan lokal dari ‘lelangit’, leluhur, dan para ‘kawi’ Bali dari zaman ke zaman.
Selama ini, aksara Bali sebagaimana digunakan dalam Kekawin Sutasoma yang memuat Sesanti Bhinneka Tunggal Ika dan nama Pancasila, terbukti telah menyelamatkan khasanah Nusantara. Aksara Bali merupakan aksara yang masih hidup dan berfungsi sebagai media komunikasi, alih pengetahuan, ekspresi seni, dan dokumen-dokumen kultural secara turun temurun.
“Aksara Bali telah mensejahterakan kalangan pangawi (sastrawan), seniman dan pengerajin melalui karya-karyanya seperti: seni prasi, tika, dan aneka terbitan karya sastra. Aksara Bali bukan sekedar aksara biasa, melainkan aksara suci yang dimuliakan oleh masyarakat Bali,” tegasnya.
Dikatakannya bahwa untuk memuliakan aksara Bali sebagaimana di atas, maka Peraturan Gubernur Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali menentukan posisi aksara Bali dalam penulisan papan nama kantor, jalan, gedung, sarana pariwisata, fasilitas umum lainnya di atas nama yang ditulis dengan huruf Latin. Penentuan posisi aksara Bali di atas huruf Latin adalah untuk memuliakan aksara Bali.
Penggunaan aksara Bali merupakan bentuk penguatan identitas budaya daerah sebagai bagian utuh kekayaan budaya Nasional dalam kerangka ideologi Pancasila, UUD NRI tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika muatan lokal. Papan nama kantor, gedung, sarana pariwisata dan fasilitas umum lainnya yang ditulis dengan aksara Bali tentang menggunakan Bahasa Indonesia.
Pengaliaksaraan huruf Latin ke dalam aksara Bali tetap dengan mengikuti kaidah pelafalan Bahasa Indonesia. Bahkan dalam pengaturan penggunaan aksara Bali dalam dalam penulisan papan nama kantor, jalan, sarana pariwisata dan fasilitas umum lainnya ditentukan dengan tulisan warna hitam dengan latar belakang warga gradasi merah ke putih.
“Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta penyelengaraan Bulan Bahasa Bali telah memenuhi persyaratan dan proses penetapan produk hukum daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” katanya sembari menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 236 ayat (4) memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah menyusun Peraturan Daerah yang memuat materi muatan lokal.
Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali telah melalui proses fasilitasi, verifikasi dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri RI sehingga dapat diundangkan pada tanggal 26 September 2018.
“Pemberlakukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali merupakan kesungguhan komitmen dalam memuliakan aksara Bali sehingga telah mendapat sambutan positif dari seluruh lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga swasta dan masyarakat luas,” katanya menutup keterangan pers. (*/dk)
Tinggalkan Balasan