DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Program Keluarga Berencana (KB) beberapa waktu yang lalu ramai menjadi perbincangan publik, baik di Bali maupun beberapa daerah di nasional. Pasalnya Gubernur Bali wayan Koster mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub No. 1545 tahun 2019 tentang sosialisasi program keluarga berencana (KB) krama Bali.

Secara eksplisit Ingub ini menganjurkan keluarga Bali melahirkan anak lebih dari dua bahkan empat dengan penyebutannya terdiri atas Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut atau nama lain sesuai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur dan tetua Krama Bali.

Sedangkan secara implisit, Ingub ini bertolak belakang dengan kampanye KB dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang memiliki slogan “Cukup Dua Anak.” Lantaran Ingub tersebut, sekali lagi secara implisit, menganjurkan lebih atau minimal empat anak, sebagai salah satu upaya pelestarian tradisi nama Bali.

Namun sebetulnya, secara esensial tidak ada pertentangan antara program KB Nasional dengan program KB Krama Bali yang dimaksudkan oleh Gubernur Bali dalam Ingub-nya tersebut. Hal tersebut ditegaskan oleh Ida Putu Mudita, Wakil Ketua Pengurus Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali.

Baca juga :  dr. Oka: Penggusuran Sepihak Kantor PKBI Nasional Ciderai Kemanusiaan

Hal tersebut disampaikan dalam acara Media Briefing dan Training “Harmonisasi Program Keluarga Berencana Bali, untuk Kesejahteraan Indonesia,” digelar pada, Senin (28/10), di salah satu hotel di Denpasar. Acara ini digelar bekerjasama dengan DKT Indonesia, yang merupakan salah satu perusahaan pemasaran sosial alat kontrasepsi terbesar di Indonesia.

“Secara definisi tidak ada yang berbeda apa yang dimaksud dengan KB Krama Bali dengan definisi KB yang ada di UU No 52 tahun 2009. KB Krama Bali diarahkan untuk mengatur kehamilan, mengatur jarak kelahiran dengan tetap menghormati hak reproduksi krama Bali, berdasarkan kearifan lokal yang dibuat untuk mewujudkan krama Bali yang unggul dan berkualitas,” paparnya.

“Yang kita tonjolkan adalah bahwa bagaimana mengatur kehamilan, mengatur jarak kelahiran, dan perencanaan keluarga berkualitas lainnya. Ada 5 Dimensi yang perlu diperhatikan, yakni Dimensi Kelahiran, Dimensi Kesehatan, Dimensi Pendidikan, Dimensi Kesejahteraan dan Dimensi Masa Depan,” terangnya lebih lanjut.

Sehingga dengan demikian, ia mengajak kepada semua pihak untuk menitik beratkan kembali dan saling bekerjasama bersinergi dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas, khususnya di Bali dengan fokus pada 5 dimensi yang ia paparkan tersebut.

Baca juga :  Ny. Putri Suastini Koster Terus Gaungkan Bahaya Hamil di Masa Pandemi

Selain itu, ia juga mengatakan pihaknya bukan pada posisi menolak atau bahkan mendukung terkait apa yang selama ini ditanyakan oleh banyak pihak. Baik Ingub ini dan program KB Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki tujuan yang sama yakni mewujudkan keluarga yang berkualitas.

“Dari Ingub Bali ini (Ingub Bali No. 1547, red) sebetulnya BKKBN bukan dalam posisi menolak atau menerima. Malah karena Ingub Bali ini, BKKBN Bali pada tahun 2019 ini menerima banyak sekali kunjungan study banding terkait Ingub ini, ada 9 Kab/Prov yang berkunjung,” tegas

Sementara itu, Adit, perwakilan dari pihak DKT Indonesia mengatakan bahwaProgram KB bukan hanya sekedar berapa jumlah anak, jarak kelahiran dan usia pernikahan semata, namun menurutnya KB itu menyangkut aspek yang lebih luas lagi.

“KB ini tidak hanya menyangkut jumlah anak, jarak kelahiran, tapi juga menyangkut dimensi kesehatan, hak asasi manusia dan banyak lagi dimensi-dimensi lainnya,” ungkapnya.

Baca juga :  Sudahkah Pendidikan Kespro Memadai ?

Oleh karena itu, ia mengatakan DKT Indonesia sebagai sebuah lembaga sosial marketing, sebuah lembaga nirlaba, selain bergerak di bidang edukasi kesehatan reproduksi, ia mengatakan pihaknya juga bergerak di bidang family planning dan juga pencegahan HIV AIDS, yang berdiri di Indonesia sejak 1996.

Sedangkan Direktur PKBI Bali, I Komang Sutrisna pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa pihaknya sengaja menginisiasi diselenggarakannya kegiatan ini guna menyamakan persepsi dengan pihak praktisi jurnalis di Bali, agar dapat menjadi panduan dalam menghadirkan produk-produk jurnalistik yang ramah terhadap keluarga, perempuan dan anak.

Selain mengupayakan agar terjadi keharmonisan dari apa yang dicanangkan oleh pihak provinsi dan secara nasional, dan sebagai momentum untuk memfokuskan kembali perhatian kita semua pada esensi dari program KB, agar dapat semakin efektif menciptakan keluarga Bali yang berkualitas. “Kita (PKBI, red) punya program yang komprehensif, dari hulu hingga hilir, salah satunya di kalangan remaja kita ada program Kisara (Kita Sayang Remaja), yang dimulai sejak tahun 1994-an, yang fokus pada memberi edukasi dan advokasi kepada remaja kita,” ujarnya. (Adhy)