FAO Dukung Indonesia Kelola Sidat Berkelanjutan
DIKSIMERDEKA.COM, JABAR – Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Food and Agriculture of The United Nation (FAO) mendukung pemerintah Indonesia mengelola sidat secara berkelanjutan. Salah satunya dengan bersama-sama menyusun draf Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang status perlindungan terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp). Kerjasama antara keduanya didanai oleh Global environment facility (GEF), yakni lembaga yang fokus menangani masalah lingkungan hidup.
“Setelah ini, kita akan kirim resmi draf final, agar ini segera bisa diserahkan pada bagian hukum. Yang pasti peraturan ini bukan bertujuan menghambat pemanfaatan sidat, melainkan memastikan keberlangsungan” tegas Muh. Firdaus Agung Kunto Kurniawan, PLT Kepala Subdit Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan di Balai Riset Perikanan Laut, Kompleks Raiser, Cibinong, Rabu (10/07/2019).
Sidat merupakan komoditas penting yang memberi dampak bagi sebagian masyarakat pesisir. Pengelolaan pemanfaatan sidat yang berkelanjutan amat diperlukan agar mata pencaharian tetap terjamin dan populasi sidat juga dapat terus terjaga di alam.
Sidat perlu dilindungi secara terbatas. Model pengelolaan melalui perlindungan terbatas sudah dilakukan sebelumnya di Indonesia terhadap jenis ikan lain, yang dalam siklus hidupnya juga melakukan ruaya antar ekosistem, semisal ikan terubuk (Tenualosa spp).
Penyusunan draf keputusan Menteri terkait perlindungan sidat sudah melalui beberapa proses, sesuai dengan yang diatur oleh peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 49/permen-kp/2016 tentang tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan. Tahapan tersebut terdiri dari usulan inisiatif, konsultasi publik, penyusunan dokumen kebijakan, permintaan dan penerbitan rekomendasi ilmiah, dan terakhir penetapan status perlindungan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Sementara itu status perlindungan ada dua jenis yakni perlindungan penuh dan terbatas.
“Perlu diinformasikan bahwa sudah dilaksanakan empat konsultasi publik di Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), Bolaan Mogondow (Sulawesi Utara), dan Poso (Sulawesi Tengah)” Jelas Muhammad Subhan Wattiheluw, Kepala Seksi Pelestarian Jenis Ikan, Subdirektorat Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Cibinong di acara yang sama.
National Project Manager (NPM) IFISH FAO, Ateng Supriatna mengucapkan terimakasih pada semua pihak karena telah mengantarkan proses penyusunan draf final Kepmen Perlindungan Terbatas sidat pada tahap akhir, hingga nantinya akan diputuskan dan ditetapkan.
“Ucapan terimakasih disampaikan pada Ketua LIPI sebagai scientific authority atas pengesahan draf Keputusan Menteri tersebut. Dengan disetujuinya draf oleh LIPI, diharapkan proses pengajuan draf kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dapat dilakukan agar mendapat persetujuan dan diundangkan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku” Jelas Ateng Supriatna.
SIDAT MEMILIKI NILAI EKONOMI TINGGI
Bagi nelayan di Perairan darat di Indonesia, sidat merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Harganya semakin tinggi karena, permintaannya dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan.
Sejalan dengan meningkatnya animo masarakat untuk berusaha di bidang pembesaran ikan sidat, dan sejak dilarangnya ekspor ikan sidat berukuran di bawah 150 gram/ekor, ekspor ikan sidat hidup berukuran di atas 150 gram/ekor dan olahannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sejak tahun 2012 hingga 2016, menurut Trademap.com, ekspor ikan sidat Indonesia ke pasar global mencapai US$ 83 juta.
Di dunia terdapat 19 spesies sidat, 10 diantaranya merupakan spesies dari Indonesia. Sidat di Indonesia tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Jenis spesies sidat yang paling banyak diburu untuk komoditas ekspor adalah Anguilla Bicolor Bicolor sp dan Anguilla Bicolor Pacifia.
Usaha penangkapan benih ikan sidat untuk memenuhi kebutuhan benih usaha pembesaran/pembudidayaan telah dilakukan oleh nelayan di Pelabuhan Ratu, Cilacap, dan Poso. Sementara usaha pembesaran/budidaya ikan sidat saat ini telah berkembang di beberapa wilayah seperti Bogor, Cianjur, Sukabumi, Karawang, Cirebon, Pati, Cilacap, dan Banyuwangi.
Kondisi demikian mengakibatkan permintaan benih ikan sidat mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun usaha pembenihan di dalam wadah terkontrol sampai saat ini belum berhasil dilakukan. Karena usaha budidaya sidat masih tergantung pada benih dari alam, maka upaya untuk menjaga ketersediaan benih yang berkelanjutan menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah Indonesia.
Upaya tersebut juga harus dilakukan agar ikan sidat tidak dimasukkan kedalam jenis ikan yang telah mengalami kepunahan sehingga pengelolaannya dilarang. Pelarangan dapat terjadi jika ikan sidat telah mengalami kepunahan. Pelarangan juga dapat diberlakukan sementara sehingga populasi sidat dapat pulih kembali jika tidak dilakukan penangkapan atau pemanfaatan.
Siklus hidup ikan sidat cukup unik, yaitu memijah di dasar laut, kemudian larvanya mengikuti arus air laut masuk ke muara sungai untuk tumbuh kembang di perairan sungai. Sidat kembali kelaut pada saat sudah siap untuk melakukan pemijahan. Kompleksnya siklus ikan sidat tersebut memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait di dalam menjaga keberlangsungan populasi ikan sidat di Perairan Indonesia.
Diharapkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengatur tentang perlindungan terbatas ikan Sidat, usaha penangkapan ikan sidat di alam dilakukan dengan prinsip berkelanjutan, maka keberlangsungan populasi sidat dapat terus terjaga. Keputusan menteri ini juga dapat meningkatkan peran sektor perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. (*)
Tinggalkan Balasan