Polemik Proyek Perumahan Penatih, Penanggung Jawab: Kami Siap Buka Ruang Dialog
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALI – Pihak pengembang proyek pembangunan perumahan Trenggana Estate, yang ada di Desa Penatih, Denpasar Utara yang menjadi polemik keras sejak beberapa waktu belakangan ini menyatakan siap membuka ruang untuk berdialog dengan pihak warga Desa Penatih yang menolak pembangunan tersebut. Penanggung jawab proyek dari PT Binar Rejeki, I Nyoman Astika mengatakan, polemik yang terjadi telah menguras waktu dan energi banyak pihak, dan akan merugikan semua pihak, apabila dibiarkan terus berlarut-larut.
Oleh karena itu ia berharap hal ini bisa segera menemukan solusi yang baik bagi kedua belah pihak. Untuk itu, pihaknya mengatakan siap mengakomodir apa yang akan menjadi permintaan warga yang menolak, sebagai kompensasinya, sejauh hal tersebut wajar dan dalam batas kemampuanya untuk memenuhi. “Saya siap untuk berdialog, dan apa yang menjadi tuntutan saya juga siap penuhi sepanjang itu wajar,” ujarnya, saat ditemui di kawasan Renon, Denpasar, Jum’at (8/11).
Lebih lanjut, Nyoman Astika mengatakan bahwa pihaknya adalah pihak pengembang yang ke-4 atas lahan tersebut. Proses pengembangan yang dilakukan pihaknya tersebut telah dilakukan sejak tahun 2016, dari awal, pihaknya telah membangun sendiri jalan ke lokasi lahan yang akan dibangun, yang mana jalan tersebut juga turut dimanfaatkan oleh warga yang tinggal di lingkungan setempat, dan termasuk juga jembatan yang juga menjadi objek yang dipermasalahkan juga ia bangun sendiri.
“Terkait jembatan, itu saya bangun sendiri, dan saya sudah mengantongi izin dari PUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar, red),” tegasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terkait belum adanya rekomendasi teknis dari pihak Balai Wilayah Sungai (BWS), yang menjadi salah satu syarat dalam penerbitan izin tersebut, ia mengatakan bahwa hal itu diluar sepengetahuannya. Dan menurutnya hal itu bukan menjadi domain dari pihaknya selaku pengembang. Justru dengan adanya masalah tersebut pihaknya merasa telah menjadi korban.
“Prinsipnya kami (pihak pengembang, red) telah mengantongi izin dari PUPR Denpasar untuk membangun jembatan, terkait masalah harus ada rekomendasi dari pihak BWS, hal itu tersebut di luar sepengetahuan kami, maka jika kemudian hal ini dipermasalahkan lantaran belum ada rekomendasi teknis dari BWS, kami justru merasa telah menjadi korban yang dirugikan,” ungkapnya.
Kembali terkait lahan, Nyoman Astika mengatakan dalam klarifikasinya tersebut bahwa lahan itu adalah lahan pribadinya dan tidak berada pada jalur hijau yang terlarang untuk dibangun. Dan terkait adanya kesan bahwa pihaknya mengebut pembangunan tersebut, ia mengatakan bahwa pihaknya terbebani bunga hutang di bank, dan akan semakin membengkak apabila lahan tersebut tidak segera dibangun.
“Saya ini terbebani hutang di bank, bunganya semakin membengkak jika itu tidak segera dibangun, siapa yang akan menanggung itu. Kalau pihak desa mau membeli lahan saya itu silahkan saja dengan senang hati saya serahkan,” ujarnya.
Pada prinsipnya, Nyoman Astika ingin ada solusi yang win-win (saling menguntungkan), maka dari itu ia bersedia membuka ruang dialog kepada warga yang menolak. Meskipun menurutnya, sebagai warga negara secara hukum ia memiliki hak untuk membangun di lahan tersebut. Untuk itu ia mengajak untuk tidak mengedepankan egoisme masing-masing, karena apabila hal tersebut dilakukan, seperti kata pepatah “menang jadi arang kalah jadi abu” semua akan dirugikan.
Namun, meski demikian ia menegaskan bahwa pihaknya akan membawa masalah ini ke ranah hukum apabila pihak warga yang menolak bersikukuh pada egonya. Dia mengatakan tidak akan segan-segan melaporkan masalah ini kepada pihak kepolisian, karena telah merugikannya dirinya, sebagaimana dijamin dalam UUD 45 pasal 27 ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Yang akan saya tuntut adalah pihak Perbekel, karena tidak melaksanakan amanahnya untuk memberi pelayanan yang baik dan adil kepada semua warga. Saya juga sebagai warga yang melakukan usaha. Saat ini saya masih menunggu respon dari pihak Perbekel Desa Penatih, setelah pelantikan tanggal 11 nanti, harapan saya seperti yang saya sampaikan tadi, ada solusi yang baik bagi kedua belah pihak,” tandasnya. (Tim)
Tinggalkan Balasan