Kasus PT BRM, Pledoi Suryadi: Ini Seperti Air Susu Dibalas Air Tuba
DIKSIMERDEKA.COM, GIANYAR, BALI – Sidang kasus dugaan pemalsuan akta otentik dalam jual beli saham PT Bali Rich Mandiri (BRM) memasuki babak pembacaan pledoi oleh terdakwa. Suryadi, salah seorang terdakwa dalam kasus tersebut diberi kesempatan oleh majelis hakim membacakan pledoi di muka persidangan Pengadilan Negeri Gianyar, Selasa (5/11/2019).
Dalam pledoinya yang ia bacakan sendiri ini, Suryadi menyuarakan kegundahan hatinya tentang adanya tudingan tentang transaksi surat jual beli saham PT BRM yang dikatakan fiktif dikarenakan waktu dan tempat tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Selanjutnya secara bergantian tim penasihat hukum yakni Bali Dalo SH, Dedi Putra Laksana SH MH dan Abednego Hasibuan SH membacakan pledoi atas tiga terdakwa (Asral, Suryadi dan Tri Endang Astuti).
“Apakah belum juga jelas bagi jaksa penuntut umum bahwa hal tersebut murni dilakukan dalam rangka membantu Hartati? Mengapa itu dipersalahkan sedangkan dalam peraturan kenotariatan bahwa hal penanggalan dilakukan setelah semua berkas atau tanda tangan telah komplit jelas diperbolehkan,” tegasnya.
“Kalau permasalahan administrasi ini dipermasalahkan kenapa bukan menjadi kesalahan Hartati yang jelas-jelas menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya?,” tanyanya.
Jika permasalahan administrasi ini dipermasalahkan, ujar Suryadi, kenapa bukan menjadi kesalahan Hartati yang jelas-jelas menyuruh Notaris mempersiapkan semua dokumen-dokumen jual beli ini (?), Dirinya mengaku heran mengapa kesalahan administrasi tersebut malah ditimpakan oleh jaksa penuntut umum kepada pihaknya, yang jelas-jelas tidak pernah berhubungan langsung atau menginstruksikan hal tersebut kepada notaris.
“Dan kenapa pula kesalahan administrasi ini menjadi tuduhan tindak pidana?,” demikian Suryadi mempertanyakan di depan persidangan yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti SH MH.
Semua arahan dan permintaan Hartati tersebut, paparnya lebih lanjut, dituruti oleh para pihak dan pihaknya melakukan atas dasar iba kepada Hartati yang baru saja ditinggalkan oleh almarhum Rudy yang notabene adalah seorang sahabat dan mitra kerjanya.
“Almarhum adalah orang yang saya hargai dan saya anggap sebagai mentor maka otomatis saya juga sangat menghargai dan menjaga segala kebutuhan dan keperluan Hartati serta anak-anaknya,” ujarnya.
Akan tetapi apa yang kemudian terjadi, katanya, seperti kata peribahasa “air susu dibalas dengan air tuba”. Menurutnya ia telah diberhentikan dengan tidak hormat dari sebuah perusahaan yang ia bangun dan kelola bersama dengan almarhum suaminya selama 4 tahun terakhir di Singapura dan membebankan semua tanggung jawab atas kerugian operasional dari 2 perusahaan lain yang saya dan almarhum kelola tanpa dipedulikan sedikitpun oleh Hartati.
“Intinya apabila menguntungkan maka akan langsung diambil alih dan apabila merugikan maka akan dicuekin begitu saja. Saya dengan almarhum juga bersama-sama membeli sebuah tanah berukuran 3000m2 di Gresik dan sertifikat tanah tersebut direbut oleh Hartati padahal nilai investasi saya dan almarhum adalah 50-50,” ucapnya.
Selanjutnya, Suryadi mengungkapkan sejumlah kesaksian palsu Hartati, antara lain: dari surat penetapan warisnya yang mencantumkan Kristina dan Alvin Giri Putra sebagai keponakan Hartati padahal sesuai kenyataan yang jelas diketahui dan dari hasil BAP di Polda Bali, keduanya sudah mengakui tidak memiliki hubungan saudara dengan Hartati.
“Kristina adalah anak dari Robby Arif seorang kenalan almarhum Rudy Dharmamulya dan Alvin Giri Putra adalah pacar dari Kristina. Bagaimana status tersebut bisa berubah menjadi keponakan? Apakah Hartati seorang sarjana dokter gigi tidak tahu apa itu keponakan?,” ujarnya bertanya-tanya.
Kesaksian palsu Hartati yang ketiga adalah sebagai berikut sesuai dengan kutipan berita pada tanggal 14 Maret 2019 oleh Wartapos, dimana Hartati menghadirkan saksi palsu untuk meringankan bernama I Nyoman Suparta untuk memberikan kesaksian.
I Nyoman Suparta yang mengaku sebagai kepala satpam memberikan kesaksian, antara lain masalah tayangan sepak bola dunia tahun 2014.
Ia mengatakan tidak ada televisi di loby hotel, sehingga pernyataannya bertolak belakang dengan saksi sebelumnya dari pihak penggugat sebagai monitoring yang menginap di Bali Rich, yang menyebutkan ada tayangan sepak bola saat itu di hotel khususnya dalam kamar sesuai foto yang dimiliki saksi.
Padahal dalam kenyataannya I Nyoman Suparta bukanlah kepala satpam yang bekerja dengan Hartati di Bali Rich Villa Seminyak akan tetapi bekerja di Bali Rich Villa Ubud sebagai satpam biasa dan terus bekerja sampai akhirnya diberhentikan oleh management kami pada tahun 2016 sesuai juga dengan keterangannya di BAP.
Sebelumnya, JPU menyatakan, ada pemalsuan tanda tangan pada surat dalam perkara ini, yakni surat jual beli saham PT BRM dari pemilik sebelumnya ke pembeli yang tak lain adalah ketiga terdakwa (Asral, Suryadi dan Tri Endang Astuti).
“Bahwa terdakwa pada Desember 2015 bertempat di kantor perseroan Banjar Tanggayuda, Kedewatan Ubud Gianyar, menandatangani Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Perseroan Terbatas PT BRM yang menerangkan rapat telah setuju dan memutuskan menyetujui penjualan saham milik Tuan I Hendro Nugroho Prawiro Hartono sebanyak 100 saham dengan nilai nominal Rp 100 juta kepada Tuan Asral,” ujar JPU.
JPU melanjutkan, setelah jual beli saham maka susunan pemegang saham perseroan yang baru menjadi Asral (500 saham), Suryadi (200 saham) dan Tri Endang Astuti (300 saham). Total nilai saham adalah Rp 1 miliar.Sebelumnya, pemegang saham PT Bali Rich Mandiri adalah Rudy Dharmamulya (800 saham), Hendro Nugroho Hartono (100 saham) dan Djarius Haryanto (100 saham)Akibat perbuatan terdakwa, lanjut JPU, saksi Hartati, janda almarhum Rudy Dharmamulya mengalami kerugian karena beralihnya saham PT BRM kepada Asral, Suryadi dan Tri Endang Astuti. (*/Dk)
Tinggalkan Balasan