Bisnis Fintech Semakin Berkembang, AFSI: Kehadirannya Bukan untuk Menyaingi Perbankan, tapi Berkolaborasi
DIKSIMERDEKA.COM, SORONG – Penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam membuat Bisnis financial technology (Fintech) yang berkonsep syariah semakin berkembang sehingga ke depan prospeknya semakin menjanjikan. Prospeknya yang cerah ini membuat pemain fintech syariah di Indonesia semakin melirik bisnis tersebut, khususnya di wilayah Papua Barat.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya mengatakan bahwa dirinya optimis bisnis fintech syariah di Indonesia akan berkembang semakin baik ke depannya.
“Saya sangat optimistis, karena perkembangan bisnis fintech syariah ini luar biasa pesat pertumbuhannya, Indonesia memiliki fintech syariah terbanyak di dunia,” ujar Ronald, Senin (15/7). Di sela-sela menghadiri diskusi publik Fintech Syariah di Ballroom Hotel Royal Mamberamo, Sorong.
Karenanya, ia yakin penyaluran pinjaman fintech syariah akan terus meningkat. “Pinjaman fintech syariah hingga akhir tahun idealnya minimal di angka Rp 300 miliar,” katanya.
Ronald menjelaskan bedanya fintech syariah dengan konvensional yaitu tidak adanya bunga yang artinya sistem bagi hasil dan bagi risiko. Selain itu fintech syariah pembiayaannya lebih ke sektor riil dan akadnya harus jelas.
Sehingga dampak sosial yang ditimbulkan dari pembiayaan tersebut bukan hanya sekadar mencari untung tetapi untuk membantu UMKM bisa naik kelas.
Kemunculan fintech bukan untuk bersaing dengan bank, tetapi sebagai pelengkap. AFSI saat ini sedang mempersiapkan beberapa model yang menunjukkan bahwa fintech dan perbankan dapat berkolaborasi. Namun, pihak AFSI belum mau publikasikan sekarang.
Dalam kondisi tersebut, fintech syariah datang memberikan alternatif pilihan akan bisnis syariah yang lebih modern dari sisi teknologi dan akses luas kepada pasar khususnya di daerah Papua Barat. Saat ini mencatat anggota yang teregistrasi baru mencapai 55 anggota.
Ronald Wijaya menyampaikan, dari 55 fintech syariah tersebut, 12 anggotanya merupakan penyedia layanan Peer-to-Peer Lending (P2P) yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77/POJK.O1/2016, sementara sisanya masuk dalam POJK Inovasi Keuangan Digital.
“Secara keseluruhan, kita sebetulnya memiliki 100 anggota. Tetapi yang sudah menjalankan kewajiban seperti membayar iuran anggota, melengkapi akadnya, secara resmi ada 55 anggota,” kata Ronald Wijaya. (*)
Tinggalkan Balasan